|
BALI, KOMPAS.com - Laporan monitoring lembaga kesehatan dunia WHO bersama UNICEF pada tahun 2012 menyebutkan, target The Millennium Development Goals (MDGs) untuk air minum telah tercapai. Dilaporkan, lebih dari 2 miliar orang memperoleh akses ke sumber-sumber air yang lebih baik pada tahun 1990-2010. Secara global, 63 persen dari populasi telah menggunakan fasilitas sanitasi layak atau meningkat hampir 1,8 miliar orang sejak tahun 1990. Meskipun pencapaian ini menggembirakan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nafsiah Mboi mengingatkan agar semua pihak tidak terlena dengan hasil yang hanya diukur melalui persen. Meski secara persentase tampak meningkat, tetapi jumlah penduduk yang belum mendapatkan akses air bersih masih tetap besar. "Masalah sanitasi di Asia Timur sejak tahun 2010 tinggal 11 persen saja populasi masyarakat yang belum mendapat sarana air bersih. Sebelas persen mungkin terlihat kecil, tetapi kalau diketahui jumlahnya ada 750.000 orang yang belum mendapatkan air bersih. Jadi, jangan hanya bicarakan persen, karena ini manusia," ujarnya saat membuka acara East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASAN) III di Nusa Dua, Bali, Senin (10/9/2012). Nafsiah menambahkan, masalah air bersih dan sanitasi erat kaitannya peningkatan ekonomi, meningkatkan kehadiran murid di sekolah dasar, mengurangi prevalensi penyakit, meningkatkan produktivitas orang dewasa, memberikan keamanan bagi para perempuan serta mengurangi polusi dari sumber air. "Penelitian Bank Dunia, dampak sanitasi buruk terhadap ekonomi di Asia Tenggara menyebabkan kerugian ekonomi minimal Rp 9 miliar dollar AS per tahun. Sementara, perilaku tidak sehat dan kurang higienis mengarah ke sumber air minum, sumber air rumah tangga, area aliran air, sungai dan lingkungan menjadi tercemar," ujarnya. Konsekuensi air bersih dan sanitasi buruk, lanjutnya, rentan menimpa anak-anak. Risiko ini menempatkan mereka lebih besar terkena penyakit diare, polio, pneumonia, penyakit kulit dan penyakit kesehatan lainnya. Sebagai informasi, lebih dari 450 juta kasus diare terjadi setap tahun. Angka kematin akibat penyakit terkait air dan sanitasi meningkat hampir 150.000 per tahun. Ketersediaan sanitasi layak, higenitas dan perilaku hidup sehat akan mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui air. Nafsiah mengingatkan perlunya peningkatan perilaku hidup sehat seperti BAB tidak sembarangan, mencuci tangan dengan sabun, penyediaan air minum yang aman, serta perluasan penyediaan fasilitas sanitasi. "Namun untuk mewujudkan ini semua, pemerintah tidak bisa sendiri. Masyarakat perlu memiliki kesadaran tinggia akan pentingnya sanitasi layak dan perilaku hidup sehat. Perilaku manusia untuk hidup sehat sangatlah penting di samping pembangunan fisik untuk sanitasi dan air bersih," ungkapnya. Natalia Ririh Post Date : 10 September 2012 |