Menjaga Sungai agar Banjir Terkendali

Sumber:Kompas - 18 November 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Kendati hidup di sempadan sungai, tidak berarti musim hujan menjadi momok bagi warga sempadan Sungai Surabaya dan Sungai Jagir. Tak seperti warga di banyak daerah yang cemas menghadapi bencana banjir, di sekitar kawasan sungai-sungai itu banjir seakan menjauh.

Sungai Surabaya yang bercabang menjadi Sungai Kalimas dan Sungai Jagir memang bagian dari daerah aliran Sungai Brantas. Namun, sebagian besar aliran air ketika musim hujan diarahkan ke Sungai Porong. Kapasitas Sungai Porong memang mencapai 1.600 meter kubik (m3) per detik, sedangkan Sungai Surabaya berkisar 400 m3/detik.

Karenanya, warga yang menempati sempadan sungai merasa aman dari bahaya luapan sungai ketika musim hujan. Iyem (45), penghuni sempadan Sungai Jagir di sekitar Wonorejo, mengatakan, sepanjang tiga tahun dia tinggal bersama anak dan seorang cucunya, tidak sekalipun air sungai meluap. Karenanya, Iyem yang menggantungkan hidup pada warung mungilnya dan kerja anaknya di pengepresan sampah plastik dan kertas, tetap tenang tinggal di sempadan sungai.

Di sempadan Gunung Sari II, Sutini (47), istri Ketua RW VIII Kelurahan Sawunggaling, juga mengatakan hal serupa. Namun, penghuni sempadan Gunung Sari II sudah lebih terorganisasi dan memahami betapa sungai menjadi aset bersama.

Karenanya, warga sepakat untuk membalikkan rumah mereka dari yang membelakangi sungai menjadi menghadap ke sungai. Dengan demikian, warga melihat sungai sebagai pekarangan mereka dan menjaga kebersihan sungai bersama-sama. Setiap hari Minggu pagi, umumnya warga bekerja bakti. Sampah yang mengambang di sungai terbawa arus dari arah hulu dipinggirkan. Eceng gondok yang tumbuh juga diangkat.

Sampah yang dulu kerap dibuang ke sungai kini dipilah. Warga memisahkan sampah plastik dan sampah kertas untuk dijual kembali dan menjadi tambahan penghasilan. Sampah basah dikumpulkan dan diolah menjadi kompos dengan keranjang takakura. Hanya sampah yang tidak mungkin diolah yang kembali dibuang. Tepian menghijau

Tepian sungai pun kini tampak menghijau. Pohon apa saja ditanam. Pohon mangga tumbuh subur. Selain bunga-bungaan, warga juga menanam tumbuhan lidah mertua (Sansevieria Sp) yang berguna sebagai antipolutan dan memproduksi oksigen sepanjang hari.

Warga juga memberi jarak sekitar lima meter antara depan rumah dengan bibir sungai. Sebagian jalan sudah dipasangi conblock. Warga pun bersama-sama menjaga kebersihan jalan yang ada di depan rumah mereka.

Dengan usaha menjaga sungai dan tiadanya ancaman banjir, membuat warga sempadan tenang. Namun, ketika kapasitas Sungai Porong terkurangi akibat endapan lumpur Lapindo yang dialirkan ke sana, fungsi Sungai Porong sebagai pengendali banjir pun berkurang drastis.

Saat ini, dari kapasitas 1.600 m3/detik, lumpur Lapindo sudah mencapai sekitar 1.200 m3/detik. Ketika lumpur tidak tergelontor, air hujan dengan debit sangat besar akan meluap ke mana-mana. Warga sekitar Sungai Porong akan tenggelam. Sebab, menurut catatan Perum Jasa Tirta I, debit air yang melintasi Sungai Porong pada puncak musim penghujan 2007 berkisar 1.550 m3/detik.

Bila warga Sidoarjo gusar dan membuka pintu air ke arah Sungai Surabaya supaya debit air hujan yang masuk ke Sungai Porong tidak sedemikian banyak, Surabaya akan tenggelam oleh banjir. Ketenangan warga sempadan pun bisa tinggal kenangan.

Karenanya, fungsi Sungai Porong sebagai pengendali banjir tetap harus dijaga. Sementara itu, kebiasaan warga sempadan Gunung Sari II perlu ditularkan ke warga lainnya. Dengan demikian, sungai menjadi harta dan urat nadi kehidupan baik bagi manusia dan makhluk lain. Nina Susilo



Post Date : 18 November 2008