Meninggikan Rumah, Menyiasati Banjir

Sumber:Kompas - 23 Maret 2008
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir menyisakan kepedihan bagi orang-orang yang menjadi korban. Sebagian orang terpaksa menjual rumah yang dibeli dengan susah payah lalu pindah ke tempat lain. Mereka yang tetap bertahan menggunakan berbagai cara untuk menyelamatkan diri dari banjir.

Setelah banjir besar tahun 2002 dan 2007, pemilik rumah di Puloraya, Nipah, dan Kelapa Gading berlomba-lomba meninggikan rumah mereka agar banjir tidak masuk ke rumah.

Berbeda dengan rumah mewah bergaya modern yang tinggi terasnya bisa mencapai 1,5 meter dari permukaan jalan, rumah Ny Mahaga hanya ditinggikan seadanya. Lantai rumah bagian depan dinaikkan setinggi 50 sentimeter, sedangkan bagian belakang tetap seperti aslinya.

”Rumah di sekitar saya tinggi-tinggi semua, jadi air semakin banyak masuk ke rumah ini,” tutur Mahaga. Untuk meninggikan rumahnya tersebut, Mahaga mengeluarkan biaya Rp 25 juta yang dia peroleh dari tabungan serta dibantu anak dan keponakan.

Sudirman juga sudah meninggikan rumahnya di Kelapa Gading Permai setinggi 2 meter dari jalan setelah banjir tahun 2002. Ia bahkan sudah memasang pembangkit listrik di lantai atas sebagai antisipasi jika listrik padam. Listrik di Kelapa Gading pernah dipadamkan selama 10 hari karena banjir.

Enggan pindah

Bagi mereka yang tidak betah terus-menerus kebanjiran pindah rumah barangkali menjadi solusi paling mudah. Namun, bagi Mahaga, Sudirman, ataupun Soleh, pindah rumah tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Mahaga, misalnya, diminta sang anaknya untuk ikut tinggal di rumahnya yang berada di daerah lain itu, tetapi dia tetap enggan pindah. Rumah yang dihuni selama 46 tahun meninggalkan banyak kenangan bagi Mahaga.

Di rumah itu Mahaga juga tidak perlu merepotkan anak- anaknya. ”Mau ke mana-mana dekat, saya bisa pergi sendiri, naik angkot atau bajaj. Tidak perlu minta diantar anak,” kata Mahaga.

Sudirman juga enggan pindah karena merasa lingkungan tempatnya tinggal selama 24 tahun sudah seperti kampung halaman baginya. Sejak kecil Sudirman yang anak tentara itu selalu berpindah tempat.

”Sepanjang hidup tempat yang paling lama saya tinggali ya di Kelapa Gading ini,” kata Sudirman.

Seorang warga yang pernah tinggal di Puloraya mengaku menyesal pindah rumah ke Ciputat, Tangerang. Setelah pindah anak-anaknya kini harus berangkat pagi-pagi sekali dan pulang malam hari karena rumah mereka menjadi jauh dari tempat kerja dan jalanan macet. Ibu itu pun kini sering merasa kesepian. (IND)



Post Date : 23 Maret 2008