Fenomena bencana banjir di ibukota, telah menjadi karakteristik kota Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda (Konsep Herman van Breen, awal abad ke-20), baik banjir yang terjadi secara rutin setiap tahun di musim hujan-atau yang lebih dikenal dengan banjir tahunan-maupun banjir banding yang terjadi secara berperiodik. Setiap kali bencana itu dating, korban terus berguguran, baik yang bersifat fisik material maupun mental spiritual.Banjir banding tahun 2002 yang lalu, menimbulkan trauma tersendiri bagi sejumlah warga ibukota yang menjadi korban. Belajar dari pengalaman itu, Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, telah melakukan langkah-langkah besar untuk menanganinya. Antara lain melanjutkan pembangunan saluran Banjir Kanal Timur, merevisi Undang-Undang tentang Ibukota Negara yang berbasis pada penataan tata ruang yang terintegrasi antara pembangunan wilayah Jakarta dan kota penyangga (Bodetabekjur) dalam satu kesatuan (Megapolitan). Selain itu, langkah-langkah teknis terus digenjot, seperti program prokasih, penyodetan aliran sungai, pembebasan pemukiman liar dan pengerukan bantaran kali, pembuatan polder dan lain sebagainya. Menurut catatan sejarah, setiap penguasa kota Jakarta sejak dipegang Pemerintah Kolonial sampai ke tangan Gubernur Sutiyoso, secara berperiodik selalu membuat kebijakan untuk menangani bahaya banjir. Namun demikian, kesemuanya belum selesai secara tuntas menemukan bentuk penyelesaian banjir yang paripurna.Pembahasan dalam buku ini mencoba mendeskripsikan persoalan banjir di Jakarta berdasarkan berbagai kajian dan metode pendekatan, sehingga dapat diketahui masalah ancaman banjir di Jakarta secara proporsional. Selain itu, disediakan pula panduan singkat bagi warga ibukota dalam menghadapi ancaman bahaya banjir.Daftar isi:Kata Sambutan Gubernur DKI JakartaPengantar PenerbitDaftar isiBab 1. Banjir Dari Masa ke MasaBab 2. Kondisi Demografi dan Topografi JakartaBab 3. Perencanaan dan Pembangunan Penanggulangan BanjirBab 4. Panduan Menghadapi BanjirDaftar Pustaka
Post Date : 25 Maret 2008
|