|
HUNSTVILLE Kesulitan mendapat air minum merupakan salah satu persoalan yang dihadapi para korban tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara serta beberapa kawasan Asia. Memang banyak sungai dan sumur, tapi airnya terkontaminasi garam dan Lumpur dari laut, juga sampah, sehingga tak layak dikonsumsi. Berbagai teknologi penyulingan air dapat membantu mengatasi persoalan itu. Namun, persoalan air minum bukan dominasi warga bumi. Bagi manusia yang bercita-cita menaklukkan alam semesta, air menjadi salah satu kunci kesuksesan misi tersebut. Seperti halnya penjelajahan ruang angkasa. Hampir dua dasawarsa, isu tentang bagaimana mendapatkan air minum sudah menjadi pertanyaan bagi para insinyur di Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Tentunya , tak efisien jika harus membawa beribu-ribu air minum, seperti yang dilakukan pada kapal induk. Itulah sebabnya, salah satu ide yang dimunculkan adalah teknologi daur ulang air. Lebih spesifik lagi adalah mengubah air yang dihasilkan tubuh astronot, seperti keringat, uap pernapasan, atau bahkan urine, menjadi air minum. Kini NASA telah memiliki alat yang dimaksud. Para insinyur yang mengembangkannya telah memasangkannya di Marshall Space Flight Center (MSFC) di Huntsville, Alabama, Amerika untuk diujicobakan. Sebelum siap dibawa Kestasiun Antariksa Internasional (ISS), alat yang ukurannya sebesar dua lemari es itu harus lulus tes di bumi. Menurut Roby Carrasquillo, Kepala Divisi Kendali Lingkungan dan Dukungan Kehidupan NASA-MSFC, astronot cukup bernapas dan beraktivitas, air keringat atau urine lalu dimasukan ke dalam penampungan, sisanya dikerjakan oleh system. Butuh dua tahun uji coba sebelum alat itu dapat dimasukan kedalam pesawat ulang-alik untuk melayani astronot Amerika dan Kosmonot Rusia yang tinggal di ISS. Tapi alat versi yang lebih kecil akan dipasangkan untuk digunakan di bumi. Firma Crestride yang bermarkas di Reno, Nevada, dan lembaga swadaya masyarakat Concern for Kids yang mengembangkan alat serupa itu untuk tujuan kemanusiaan di negara-negara yang kekurangan pasokan air minum. Kedua grup ini memfokuskan Irak dan beberapa negara di Asia yang menjadi korban Tsunami pada Desember 2004 sebagai yang pertama menikmati fasilitas ini. Robert Anderson, direktur proyek internasional Concern for Kids, mengaku telah berupaya mencari teknologi daur ulang air ini sejak dua tahun lalu. Kala itu banyak penduduk desa kesulitan air karena pengikut Saddam Husein memasukan bangkai binatang ke dalam sumur-sumur mereka, setelah pemimpin Irak itu digulingkan Amerika. Harus ada jalan yang lebih baik ketimbang mengirimkan truk-truk tangki, katanya. Akhirnya ia menemukan perusahaan yang mematenkan teknolohi yang sedang dikembangkan untuk NASA. Unit instalasi ini lebih murah. Dengan biaya peralatan sekitar US$ 29 ribu dan biaya operasi kurang dari US$ 1 sen per liter, unit daur ulang yang menempel pada truk itu dapat berpindah tempat dari satu desa kedesa lainnya. Air kotor dari sumur-sumur dan terkontaminasi akan disuling menjadi air siap minum. Bandingkan dengan unit intalasi permanen yang butuh investasi US$ 400 ribu. Unit pemrosesan air ini dirancang bangun oleh peneliti di Hamilton Sundstrand yang bermarkas di Windsor Lock, Connecticut. Perusahaan ini menjadi kontraktor utama pemrosesan air untuk NASA. Saat ini sedang ditingkatkan teknologi penyaringannya sebelum dapat dipergunakan untuk stasiun antariksa. NASA tampaknya sangat berambisi. Seperti dalam jadwal yang mereka buat, pemrosesan air ini ditargetkan akan diluncurkan pada pertengahan 2007. Kehadiran alat itu sangat membantu program pengurangan awak di ISS. Selama ini astronot dan Kosmonot di ISS dipasok kebutuhan airnya melalui pengiriman dengan pesawat ulang-alik atau dengan wahana antariksa ,ilik Rusia, Soyuz. Post Date : 23 Maret 2005 |