|
PERSOALAN sampah biasanya muncul di tempat pembuangan akhir (TPA). Yang dikeluhkan adalah bau dan dianggap sebagai sumber penyakit. Namun yang sering dilupakan adalah dampak positifnya, yaitu berubahnya sampah organik menjadi pupuk kompos untuk memulihkan dan menyuburkan tanah. Mengapa selama ini tidak dipikirkan untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos, sementara lebih dari 60 persen keluarga di Indonesia adalah petani yang membutuhkan kompos? Kita perlu menghindari polemik kehadiran tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) saniter, yang tentu berbeda konsepnya dengan tempat pembuangan akhir (TPA). Sebagai peneliti bidang pertanian, saya melihat banyak tanah pertanian di sekitar kita yang sakit dan perlu "diinfus", salah satu caranya adalah dengan memberi kompos (bahan organik) atau pupuk kandang. Tanah itu sudah kekurangan udara, minim aerasi karena tanahnya sudah menjadi padat/ keras, kebanyakan dicekoki pupuk buatan (pupuk anorganik). Kompos, pupuk kandang dan pupuk hijau dapat memperbaiki aerasi udara dalam tanah secara tidak langsung, juga menyuburkan tanah sehingga sistem perakaran tanaman akan membaik hasil/produksi akan meningkat. Sebenarnya TPST Bojong bisa "tampil beda" dan menjadi pionir bila menghasilkan "Kompos Bojong Spesial" untuk pupuk organik. Perlu diketahui, kondisi tanah pertanian dan tanah pekarangan di lingkungan kita banyak yang sudah tidak sehat. Artinya, lahan-lahan pertanian itu perlu diperbaiki kondisinya agar memiliki tingkat kesubur- an dan produktivitas yang tinggi. Untuk itu perlu memperbaiki kondisi tanah pertanian dengan aerasi, terutama di lapisan olah. Kita sudah terlalu larut dengan menggunakan pupuk buatan (anorganik) sehingga tanah menjadi jenuh (pemadatan struktur tanah). Akibatnya, apapun jenis yang ditanam tumbuhnya akan kedil, atau bahkan tidak tumbuh. Para peneliti di bidang tanah dan tanaman sudah lama menyadari persoalan itu dan terus berusaha melakukan berbagai trobosan dan anjuran untuk menggunakan kompos pertanian, agar kita kembali ke alam. Kembali ke pupuk kandang dan kompos untuk memperbaiki struktur dan aerasi tanah pertanian. TPST dapat memenuhi kebutuhan kompos petani sehingga penggunaan pupuk buatan seperti Urea, TSP dan KCl dapat ditekan/dikurangi sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Kembali ke pupuk kandang dan kompos, itulah intinya. Caranya, kumpulkan sampah rumah tangga, pisahkan yang dapat membusuk dengan yang tidak, proses menjadi kompos. Sampah tidak dianjurkan untuk di bakar di halaman atau di bak sampah, tetapi dijadikan kompos atau dikubur kalau belum ada angkutan sampah ke TPST Ketika membaca media massa tentang kejadian di TPST Bojong, penulis terenyuh dan sangat sedih. Masyarakat masih belum bisa membedakan TPST dan TPA seperti di Bantar Gebang. Pihak yang pro maupun kontra tentang TPST memiliki argumentasi yang kuat. Kita mengambil hikmat dari setiap argumentasi agar tidak membawa implikasi negatif . Apakah benar TPST akan membuat kerusakan lingkungan dan masalah di sekitarnya, perlu diselidiki secara bijak karena belum dilakukan uji coba terhadapnya. Tindakan polisi yang menduga ada provokator kemudian melakukan aksi menangkap warga juga harus dipertanggungjawabkan. Pengolahan Sampah Dalam konteks TPST, dari sampah yang diolah akan dihasilkan air sampah. Air ini diproses melalui proses aerob oleh mikroorganisme akan menghasilkan air bersih, yang kemudian dikembalikan ke alam dan juga pupuk cair. Untuk sampah padat bisa diproses menjadi bahan baku batako dan sebagian bisa diproses menjadi pupuk kompos. Kompos ini sangat dibutuhkan petani untuk menyuburkan sawah dan lahan perkebunan. Tanah pertanian membutuhkan udara untuk bernapas yang diperoleh melalui proses aerasi udara dalam tanah. Proses ini diperlukan agar sistem perakaran tanaman dapat berfungsi dan jazat-jazat renik di tanah bekerja dengan optimal. Aerasi dapat dilakukan dengan pengolahan tanah yang baik dan diikuti dengan pemberian kompos yang berasal dari pupuk kandang dan kompos sampah. Pupuk kandang relatif terbatas di peroleh sementara kompos yang bersumber dari sampah, termasuk dari hasil olahan TPST sangatlah melimpah. Teknologi pengolahan sampah harus terus diawasi dan ditingkatkan sehingga proses yang terjadi dapat menghentikan setiap dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Sebaliknya keberadaan TPST harus berdampak positif dan memberi implikasi sosial yang sangat dahsyat. Kompos akan menjadikan tanah subur dan meningkatkan produktivitas tanaman pertanian. Produksi yang tinggi dari tanah pertanian akan memberikan penghasilan yang besar bagi petani yang saat ini jumlahnya masih mendominasi. Hebatnya lagi, ada sekitar 11 juta hektare lahan tanaman padi yang membutuhkan kompos setiap tahun, belum termasuk lahan untuk komoditas lain, seperti perkebunan. Meningkatnya penerimaan petani juga berdampak pada daya beli sehingga mampu menggerakkan perekonomian nasional. Distribusi pupuk kompos berarti juga menambah lapangan pekerjaan. Dapat dibayangkan dengan keberadaan TPST yang dikelola dengan memperhatikan lingkungan akan membuka peluang yang besar akan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi lokal. DE Sianturi Penulis adalah pengamat pertanian, tinggal di Bogor Post Date : 23 Desember 2004 |