Mengubah Sampah agar Bernilai Ekonomis

Sumber:Media Indonesia - 27 Agustus 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

AGUS Hartana sibuk bercakap-cakap melalui telepon selulernya. Seseorang menghubunginya untuk memesan sebuah tas. Di lantai dasar Malioboro Mall, pria berambut panjang itu tengah sibuk mengurus stan pameran yang dikelolanya.

Di stan seluas 2x3 meter persegi itu terpajang tas belanja, tas kerja, rompi, bantal, sarung ponsel, bando, anting, topi, dan jepit rambut.

Semua produk kerajinan yang cukup menyedot perhatian pengunjung pusat belanja itu berbahan dasar sampah plastik. Bahan yang selama ini dibuang percuma.

Sampah memang menjadi persoalan di perkotaan. Di Kota Yogyakarta, misalnya, setiap rumah tangga diperkirakan menghasilkan 7,5 kilogram sampah per hari. Apabila sampah-sampah yang ada di kota itu dikumpulkan, dalam sehari beban sampah di Kota Gudeg itu mencapai 300 ton.

Nyatanya, sampah bisa bernilai ekonomis. Seperti yang dilakukan Agus. Ia mengubah sampah menjadi kerajinan tangan yang laku dijual di pasaran.

Pria itu mengaku mengawali bisnisnya ketika menjadi aktivis lingkungan. Ketika itu, ia prihatin terhadap kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan sampah.

Ia melakukan pendekatan dengan masyarakat untuk gerakan penyadaran peduli lingkungan. Terutama terhadap mereka yang tinggal di bantaran Sungai Code, Gadjah Wong, dan Winongo, Yogyakarta.

Warga yang terbiasa membuang sampah di sungai diberikan pemahaman agar mereka peduli dengan masalah sampah sekaligus menghilangkan kebiasaan buruk membuang sampah di sungai.

Agus pun menyumbangkan pengetahuan kepada warga tentang sampah yang bisa dibuat menjadi kerajinan yang bernilai ekonomi.

Sejak 2004, pria berkulit sawo matang itu bergelut dengan sampah. Melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kelompok Lestari, ia mencoba memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk peduli lingkungan.

''Sampah plastik yang kami pakai ini sampah plastik yang berwarna mencolok, seperti bungkus mi instan, kopi instan, dan bungkus-bungkus plastik lainnya,'' kata aktivis yang berkantor di Semoyan RT 01 DK II, Singosaren, Kotagede, Yogyakarta.

Sudah ada enam RW di tiga kecamatan yang dibina Kelompok Lestari untuk memanfaatkan sampah plastik itu. ''Warga di enam RW itu yang kini menekuni kerajinan dari sampah plastik.''

Beragam model kerajinan sudah berhasil diciptakan dari sampah plastik itu. Bahkan, produknya itu laku dijual dengan harga mulai dari Rp5.000 hingga Rp85.000.

Ia mengakui tidak mudah membuat kerajinan berbahan dasar sampah plastik. ''Karena bahan dasar sampah plastik tidak gampang dicari. Misalkan untuk membuat bantal ukuran 45 sentimeter persegi, dibutuhkan 215 sampah plastik mi instan. Namun, apabila dalam satu RW mau bekerja bersama, mencari sampah plastik itu akan menjadi lebih mudah dan cepat,'' tambah Agus.

Ia mengaku tidak mudah menyadarkan orang lain untuk peduli lingkungan dan mengubah limbah menjadi bernilai ekonomis. Namun, dengan adanya karya bersumber dari limbah yang dijajakannya di pusat perbelanjaan, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan diharapkan terus berkembang. (Sulistiono/N-1)



Post Date : 27 Agustus 2008