ASTHA Prigel (kerajinan tangan) Limbah Plastik’. Tulisan di papan dengan warna dasar merah muda itu terpampang pada rumah sederhana di Dukuh Kelipan, Desa Gagak Sipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Pada bagian bawah papan ber ukuran 30 cm x 50 cm itu, tergeletak empat karung plastik ukuran 25 kilogram. Semuanya penuh botol bekas kemasan minuman dari berbagai merek. Mulai dari ukuran kecil, sedang, hingga besar.
“Mari silakan masuk,” sapa seorang perempuan berjilbab putih dan seorang laki-laki setengah baya yang keluar dari rumah menyambut kedatangan Media Indonesia, Rabu (21/4).
Mereka memperkenalkan diri sebagai M Solichin dan Sri Ngrejekeni. Pasangan suami istri itu pemilik rumah sekaligus pemilik usaha kerajinan limbah plastik tersebut.
Setelah sedikit berbasa-basi, mereka mengajak masuk ke ruang tamu. Ruangan yang didominasi cat kuning itu sebenarnya lebih pas disebut ruang pamer dan bengkel kerja ketimbang sebuah ruang tamu.
Tidak ada meja dan kursi di sana. Hanya sebuah meja panjang, sebuah lemari kecil, serta televisi yang menjadi pelengkap ruangan.
Di lantai keramik putih beralaskan selembar karpet kecil, tergeletak beberapa peralatan kerja. Seperti lem, gunting, cat semprot, lilin, dan potonganpotongan bahan setengah jadi.
Di atas meja panjang dan lemari kecil itulah, puluhan hasil karya pasangan tersebut dipajang. Jenisnya beragam, mulai dari gelas, tempat tusuk gigi, hingga wadah lampu tidur berbagai ukuran dan model.
Coraknya beragam, ada yang menyerupai kendi kecil, bunga lengkap dengan untaian he lai an kelopaknya, dan seekor burung yang tengah mengembangkan sayap. Warnanya menarik, mulai dari yang berselubung kain batik sampai yang bertabur kilauan glitter.
Sekilas, tidak akan ada yang mengira bahwa benda-benda itu seluruhnya terbuat dari botol plastik bekas minuman, limbah yang selama ini sering kali dibuang begitu saja di tempat sampah.
“Inilah beberapa produk kerajinan yang kami buat. Tadinya banyak, tapi sekarang tinggal sedikit karena yang lain sudah diambil pemesan,” kata Sri kalem diiringi senyuman.
Sri dan suaminya, Solichin, mulai merintis usaha ini sejak setahun lalu. Ide itu muncul ketika dia dan keluarganya dalam perjalanan menuju Candi Borobudur. Di mobil, salah seorang saudara Sri yang kebetulan membawa sejumlah botol air mineral berseloroh, botol plastik bekas air itu memiliki bentuk yang unik. “Kalau diolah mungkin bisa jadi benda yang menarik,” begitu kata saudara Sri ketika itu.
Kelakar dalam perjalanan itu ternyata membekas di benak Sri dan Solichin. Apalagi keduanya memang gemar mencoba hal-hal baru. Karena itu, sepulang dari perjalanan wisata keluarga tersebut keduanya langsung memutuskan mencari botol-botol plastik bekas dan mulai mencurahkan daya kreasi mereka. tidak begitu berhasil di pasar an. Karena itulah mereka kemudian kembali mencari bentuk lain. Hingga akhirnya lahirlah produk berupa wadah lampu tidur, tempat tusuk gigi, dan tirai pembatas ruangan.
Produk baru tersebut ternyata mendapatkan sambutan yang membuat keduanya antusias. Terlebih setelah hasil kreasi mereka dipajang di Pasar Malam Ngarsopuro, Solo.
Meski begitu, di tempat ini mereka hanya sebatas memperkenalkan dan menyebar kartu nama. “Dalam seminggu kami bisa membuat tidak ku rang dari 200 buah kerajinan dan bisa habis terjual semuanya. Pembeli tertarik karena produk kami dinilai unik,” tambah Sri.
Harga yang dipatok juga sangat terjangkau. Tempat tusuk gigi hanya dihargai Rp5.000 per buah, wadah lampu hias Rp10 ribu-Rp15 ribu per buah tergantung pada ukuran, sedangkan tirai pembatas ruangan Rp65 ribu per set.
Sri menilai harga tersebut sudah sangat memberikan keuntungan. Sebab, bahan baku mudah diperoleh dan murah. Sri dan suaminya cukup membeli dari para tetangga atau pe mulung seharga Rp125 per botol.
Meski telah menikmati hasilnya, bukan berarti daya kreativitas berhenti sampai di situ. Sri dan Solichin kini tengah merintis produk baru yakni tas dari limbah plastik nonbotol. Seperti bungkus deterjen, kantung, dan sisa kemasan plastik lainnya.
Ibarat sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Usaha kreatif yang dikembangkan pasangan suami istri ini ternyata diikuti terbukanya kesempatan kerja tambahan.
Sri yang kini masih aktif sebagai pemasar asuransi itu mulai kebanjiran permintaan untuk menjadi instruktur pelatihan keterampilan. Mulai dari tingkat siswa hingga anggota PKK.
Meski kegiatan barunya ini cukup banyak menyita waktu, Sri mengaku sangat menikmatinya. Selain bisa menularkan keterampilan yang ia miliki dan menambah penghasilan, kegiatan ini juga dinilainya bisa memberikan dampak positif bagi lingkungan.
“Meski sedikit, paling tidak bisa membantu mengurangi pencemaran oleh limbah plastik,” katanya ditimpali anggukan sang suami, Solichin. Ferdinand
Post Date : 03 Mei 2010
|