Mengolah Sampah Sekaligus Memberdayakan Ekonomi Warga

Sumber:Koran Sindo - 19 Juli 2011
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Setiap perusahaan memiliki cara tersendiri untuk mendorong perkembangan ekonomi warga sekitar. Tak terkecuali PT Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore (PHE WMO), yang membantu masyarakat Kelurahan Sidorukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dengan pelatihan pupuk organik.

Kelurahan Sidorukun terdiri atas 31 rukun tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 4.538 jiwa, yang terbagi dalam 1.202 keluarga.Aktivitas ribuan warga ini tentu menghasilkan sampah rumah tangga dalam jumlah banyak per harinya. Berdasarkan data Kelurahan Sidorukun,sampah yang dikumpulkan dalam sehari mencapai 894,35 kilogram.

Selama ini pihak kelurahan yang menangani masalah sampah. Namun, jika sampai pada suatu titik tidak mampu menangani, masalah ini akan mengganggu masyarakat Sidorukun. Selain tidak tertampung dalam tempat penampungan sementara (TPS), wabah penyakit bermunculan, dan pencemaran udara akan terjadi. Sebagai perusahaan yang berada di lingkungan Kelurahan Sidorukun,PHE WMO mempunyai tanggung jawab turut memecahkan masalah sampah ini.

Salah satu metode yang dikembangkan perusahaan yaitu membentuk warga mandiri yang mampu membuat pupuk organik melalui program pengelolaan limbah domestik. “Awalnya kami melakukan pelatihan kepada semua warga,” ujar Koordinator Field External Relation PHE WMO,Ulika Trijoga Putrawardana,kepada harian Seputar Indonesia (SINDO) pekan lalu.

Program itu bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat tentang lingkungan.Kemudian mampu mewujudkan masyarakat yang mengetahui berbagai macam limbah dan polusi lingkungan, mengerti jenis– jenis sampah, serta mengerti cara penanganan limbah rumah tangga.

Program diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang mengerti cara memilah sampah dan pemanfaatannya, serta memahami cara mengelola sampah organik menjadi kompos dengan teknik komposter takakura dan komposter aerob.

“Pelatihan ini bukan hanya dilakukan di Kelurahan Sidorukun, melainkan juga di Desa Pulopancian dan Kelurahan Bedilan, keduanya di Kecamatan Gresik.Hanya kami lebih fokus di Kelurahan Sidorukun,”ujar Ulika.

Khusus Kelurahan Sidorukun diikuti 85 warga.Mereka didominasi warga yang kurang mampu. Selama beberapa bulan mereka mendapatkan pelatihan tentang proses pembuatan pupuk organik, teknik memasarkannya, hingga menjadi pengusaha pupuk.

Manajemen PHE WMO memberikan bantuan drum plastik,plastik kemasan pupuk 5 kilogram,10 kilogram,dan 20 kilogram. Praktis warga tidak mengeluarkan biaya sepeser pun hingga mampu memproduksi pupuk organik sendiri. Isnain, satu dari 85 warga yang mampu mengambil manfaat dari pelatihan yang diselenggarakan PHE WMO.

Pria kelahiran Mei 1966 di Ponorogo itu adalah pasukan kuning (petugas kebersihan) di Kelurahan Sidorukun. Kini suami dari Asnah,49,yang tinggal di Sidorukun III-O/4 itu, mampu mandiri dengan usaha pupuk organik bernama Cemara Hijau. Naen, begitu dia biasa dipanggil, tidak mengira bakal mampu memproduksi pupuk organik sendiri.

Bapak dari Priyanto, 21, dan Titin, 19, itu hanyalah lulusan sekolah dasar yang sama sekali tidak mendapatkan pengetahuan tentang cara membuat pupuk organik hingga memasarkannya. Sejak memutuskan merantau ke Gresik pada usia 17 tahun, Naen hanyalah tukang becak.

Kemudian menikah dengan Asnah dan dia menjadi pasukan kuning. Berkat kegigihannya, Naen memberanikan diri untuk mulai menerapkan pengetahuan yang didapat dari pelatihan yang digelar PHE WMO.Apalagi pekerjaannya memang berkaitan erat dengan usaha pembuatan pupuk organik.

Sampah yang dikumpulkannya akan dijadikan pupuk organik. “Ya,tidak pakai modal.Apalagi, semua kebutuhan mulai dari drum plastik hingga kemasan pupuknya dibantu dari PT PHE WMO,”ujarnya. Bahan baku pupuk organik didapat dari sampah keluarga yang dikumpulkan Naen.

Sampah- sampah itu dipilah-pilah. Sampah yang nonplastik dimasukkan dalam drum plastik berukuran 25 kilogram.Sampah yang dimasukkan dalam drum plastik itu setiap hari mengalami fermentasi hingga mampat. Setiap hari Naen menambahkan sampah-sampah yang dipungut dari bak sampah di depan rumah warga Sidorukun.

Dalam hitungan dua hingga empat pekan, sampah tersebut siap dipanen. Naen tidak perlu mengeluarkan modal untuk membuat plastik kemasan.Dari satu drum plastik dapat dikemas 5 kilogram pupuk organik yang siap dipasarkan.Untuk pupuk organik kemasan 3 kilogram dijual Rp3.000,sedangkan kemasan 20 kilogram Rp12.000.

Awalnya Naen dalam sekali panen pupuk organik hanya mampu mendapatkan uang Rp10.000. Namun, saat ini Naen mampu menghasilkan uang Rp1,5 juta setiap panen pupuk organik.Kendati hanya dikerjakan sendiri, Naen sudah mempunyai tempat pengolahan yang disediakan kelurahan seluas 2,5 meter x 4 meter.“Hasilnya lumayan,bisa membantu biaya kuliah anak,” ujarnya.

Naen mengaku terus bermimpi untuk membesarkan usaha pupuk organik dengan bendera Cemara Hijau. Manajemen PHE WMO melalui Koordinator Field External Relation, Ulika Trijoga Putrawardana, mengatakan,akan tetap melakukan pengembangan program tersebut hingga tercipta pengusaha-pengusaha pupuk organik seperti Naen.

“Selain kami dapat mendorong perekonomian warga yang kurang mampu,program pelatihan pembuatan pupuk organik juga mampu meningkatkan kebersihan di Kelurahan Sidorukun,” ucapnya. ashadi ik



Post Date : 19 Juli 2011