|
Briket merupakan bahan bakar padat yang menjadi bahan bakar alternative pengganti minyak tanah. Saat ini bahan untuk membuat briket tak hanya dari batu bara saja. Sampah organik pun juga bisa dimanfaatkan Sampah makin melimpah kian menjadi masalah. Tapi, bagi sebagian warga Bantul, khususnya di kawasan Kecamatan Kretek dan Bambanglipuro, banyaknya sampah justru menjadi berkah. Mereka mengolah sampah menjadi produk yang bermanfaat dan mendatangkan keuntungan ekonomi. Salah satu produk "daur ulang" sampah itu adalah briket sampah. Saat ini ada sekitar tujuh sentra pembuatan briket sampah, tersebar di kawasan Kecamatan Kretek dan Bambanglipuro, Bantul. Briket yang satu ini memang terbuat dari sampah. Tapi sampah yang dipakai bukan sembarang sampah, melainkan sampah organik. Dedaunan, kulit kelapa, rating-ranting tumbuhan kecil contohnya. Sebutan briket sampah, selain mengacu pada bahan baku, juga untuk membedakan dengan briket batu bara yang sudah ada dikenal masyarakat sebelumnya. Edi Gunarto (35), salah seorang pemilik sentra pembuatan briket sampah menyebutkan bahwa kegiatan membuat briket ini mulai marak setahun lalu. Pengetahuan dan keterampilan membuat bahan bakar alternatif tersebut mereka dapat dari pelatihan yang diselenggarakan pemerintah desa setempat. Edi sendiri menggunakan bahan baku kulit kacang dan serutan kayu sisa gergajian kayu untuk pembuatan briket. Penggunaan bahan baku kulit kacang dan sisa gergajian kayu itu lantaran bahan tersebut melimpah di rumahnya. Maklum, di rumahnya Edi juga memiliki usaha penggilingan pengupasan kacang dan penggergajian kayu sehingga tak perlu susah-susah membeli bahan baku. "Sebenarnya tak harus kulit kacang, tapi semua sampah organik bisa untuk bahan baku. Daun-daunan misalnya, bisa dibuat briket," ujarnya saat ditemui dirumahnya yang terletak di Dusun Plebengan, sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Dibuat Arang Terlebih Dahulu Membuat briket sampah tidaklah terlalu sulit. Proses pertama adalah proses membuat arang. Bahan baku yang berupa sampah dibuat arang dengan cara dibakar dalam tabung tertutup. Jika dibakar di dalam ruang atau tabung terbuka maka akan sampah yang dibakar akan menjadi abu. Pembakaran dapat dilakukan dengan menggunakan drum atau bak di dalam tanah. Setelah menjadi arang, sampah bakar kemudian digiling hingga berbentuk bubuk arang. Selanjutnya, bubuk arang tersebut dicampur dengan adonan perekat yang terbuat dari kanji. Perbandingan campurannya, setiap satu kilogram adonan perekat, campuran bubuknya sebesar sepuluh kilogram (1 kg adonan perekat : 10 kg bubuk arang). Setelah itu barulah dilakukan pencetakan dan pengepresan dengan mesin. Pengepresan merupakan bagian sangat penting karena menyangkut kualitas kepadatan briket. Semakin padat briket, makin semakin tinggi daya nyala apinya. Proses pencetakan briket menentukan briket yang akan dibuat. Cetakan briket pun beragam, ada yang kotak dan ada juga yang bulat. Setelah proses pencetakan selesai, briket yang masih basah itu kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama kurang lebih 2 hari. jika tak ada panas, atau pada saat musim hujan, briket yang masih basah cukup didiamkan selama 4 hari. Setelah kering, briket pun siap digunakan. Agar mudah dalam pemasarannya, briket dikemas dalam kantung plastik. Kemasan untuk rumah tangga biasanya dalam ukuran kiloan. Setiap 1 kg berisi 20 kotak briket. Satu kotak briket besarnya kurang lebih 4 cm x 4 cm dengan ketebalan sekitar 3 cm. Semakin kecil ukuran briket, maka semakin mudah untuk menyalakannya. Namun kelemahannya, briket ukuran kecil semakin cepat habis. Harga 1 kg briket sekitar Rp 2.500. Lebih Irit Dari Kayu Bakar Menggunakan briket untuk bahan bakar memasak, terhitung lebih irit dibanding minyak tanah. Hitungan sederhananya, untuk keperluan memasak nasi, sayur, dan gorengan lauk, jika menggunakan kompor minyak tanah akan menghabiskan sekitar 1 liter minyak yang harganya sekarang ini paling tidak sekitar Rp 3.000-an. Sedangkan jika menggunakan briket cukup hanya mengeluarkan uang Rp 1.250 untuk keperluan memasak. "Bahkan hitungannya juga lebih irit dari kayu bakar, jika asumsinya kayu bakar juga membeli. Satu ikat kayu yang kemampuan nyalanya sebanding dengan setengah kilogram briket paling tidak sekarang harganya sekitar Rp 2.500. Jika memakai kayu masih harus melakukan proses pembakaran kayu yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Sedangkan dengan briket, mudah ketika menyalakannya," kata Ny. Atun (26) warga Samen, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, yang telah beralih menggunakan briket. Selain lebih irit, briket sampah tidak akan mengotori peralatan masak ketika dipakai untuk memasak. Karena pembakaran bahan bakar ini tidak banyak mengeluarkan asap maupun jelaga. Apinya pun cenderung stabil menyala. "jelaganya tidak hitam, tapi putih dan lebih mudah dibersihkan," lanjut Sudarti (28) pembuat briket sampah dari Tirtohargo, Kretek. Mudah Nyala Di Tungku Kecil Mendengar kata briket, umumnya yang muncul dalam ingatan kita adalah briket batu bara. Briket batu bara selama ini dikenal sebagai bahan bakar alternatif. Namun selama ini pemanfaatan bahan bakar tersebut masih sebatas untuk bahan bakar bagi industri besar. Rumah tangga belum banyak yang memakainya karena selain agak sulit ketika menyalakannya untuk tungku kecil, harganya juga relatif mahal. Selain itu, di daerah pedesaan, briket batu bara juga agak sulit didapatkan. Untuk menyalakan briket ini diperlukan tungku gerabah. Caranya, briket ditaruh di lubang di atas tungku. Kemudian briket dinyalakan dari atas. Untuk menyalakan briket sampah pun tidak sesulit briket batu bara. Untuk merangsang api menyala bisa menqqunakan bantuan secuil kain atau kertas. Tidak perlu hembusan angin dari kipas. Asal satu kotak briket sudah menyala maka dalam waktu cepat akan menular ke kotak briket lainnya. Tungku untuk ukuran rumah tangga, biasanya menggunakan ukuran kapasitas 1/2 kg dan 1 kg briket. Kekuatan menyala 1/2 kg briket berkisar 1,5 jam. "Kapasitas tungku kecil bisa untuk memasak nasi, sayur, dan gorengan lauk secara bergantian. Bahkan sisanya masih bisa untuk menanak air untuk mandi," kata Edi. Sebagaimana briket pada umumnya, briket sampah ini memang belum banyak dikenal masyarakat luas. Sosialisasi pada konsumen masih sangat terbatas. Selain itu, kendala pengembangan produksi briket sampah, sebagaimana diungkapkan Gunarto, lebih pada peralatan. Selama ini produsen briket sampah di kedua daerah ini masih menqandalkan peralatan manual Akibatnya kualitas pada proses pres kurang bisa seragam kepadatannya. Minyak tanah kian mahal dan langka. Gas juga setiap saat meroket harganya. Belum lagi rasa takut akibat pemberitaan kasus ledakan gas elpiji. Solusinya, boleh jadi briket sampah menjadi satu satu pilihan alternatif bahan bakar. Apapun alasannya, menggunakan apalagi membuat sendiri briket sampah jelas lebih menguntungkan. Selain lebih irit secara ekonomis, juga membantu mengurangi penumpukan sampah. Ini artinya, ikut menjaga kebersihan lingkungan. Singgir Kartana Post Date : 19 Agustus 2008 |