Mengolah Sampah Kawasan ala TPST Rawasari

Sumber:Kompas - 04 Januari 2010
Kategori:Sampah Jakarta

Ada 24 tumpukan sampah tertata di ruangan terbuka seluas 250 meter persegi. Tiap tumpukan dibuat sepanjang 6 meter dengan lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Anehnya, tidak ada bau menyengat di tempat itu.

Itulah suasana di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) skala kawasan, yang terletak di Rawasari, Jakarta Pusat. Setiap hari lima gerobak sampah dikirim ke TPST ini. Satu gerobak mengangkut dua meter kubik sampah.

Sampah dari RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cempaka Putih Timur itu langsung dipilah lima pekerja di situ. Pemilahan saat sampah masih ”segar” inilah yang menjadi kunci hilangnya bau busuk sampah.

Sampah yang mudah membusuk ditumpuk menjadi satu. Kalau ukuran sampah terlampau besar, seperti batang pohon, sampah dicacah terlebih dahulu. Setiap hari terdapat sekitar 500 kilogram (kg) sampah yang mudah terurai.

Sementara sampah yang tidak mudah terurai dipilah lagi. Kertas dan botol plastik dikumpulkan untuk dijual. Kira-kira terdapat 80 kg sampah jenis ini setiap hari.

Sampah yang tersisa dengan bobot sekitar 400 kg dikembalikan ke tempat pengolahan sampah Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat, tepat di depan TPST. Sampah jenis ini tidak bisa diolah, pun tidak laku dijual, sehingga dikembalikan ke TPST Bantargebang.

Sampah-sampah mudah terurai itulah yang dikumpulkan dalam gundukan-gundukan. Dalam empat bulan, sampah akan berubah menjadi pupuk kompos. Tentu saja disiram air tiap hari dan dibalik secara berkala agar pembusukan sempurna.

Saat ini TPST sedang mencoba mengikutsertakan plastik biodegradable alias plastik mudah terurai dalam pengolahan sampah jadi kompos. Jika uji coba berhasil, plastik yang dibuat dari bahan mudah terurai tidak lagi menambah tumpukan sampah yang sulit terurai.

Pupuk yang merupakan produk sampingan pengolahan sampah di TPST ini dijual Rp 1.500 per kg atau Rp 20.000 untuk kemasan 20 kg. Setiap gundukan menghasilkan 600 kg kompos. ”Aktivitas ini sudah kami lakukan sejak tahun 2000,” ucap Ny Suwarso, koordinator TPST Rawasari.

Pada awalnya, TPST ini dikelola Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sejak tahun 2009, TPST Rawasari dipindahtangankan ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Pengolahan sampah di TPST Rawasari bisa lebih banyak karena ruang yang ada masih tersisa. Apa daya, tenaga kerja yang ada sangat terbatas.

Dengan tenaga yang ada sekarang, hidup TPST ini masih menunggu subsidi pemerintah. Maklum, pengolahan sampah di DKI Jakarta belum melibatkan peran serta masyarakat untuk membayar biaya pengolahan.

Pengamat persampahan, Sri Bebassari, menghitung, kebutuhan biaya pengolahan sampah bisa mencapai Rp 100.000- Rp 150.000 per keluarga per bulan.

Kalau saja TPST serupa ini semakin menjamur, persoalan sampah di DKI bisa dikurangi. Jalan menuju pengurangan sampah masih membutuhkan dukungan regulasi dan rencana induk untuk memantapkan langkahnya. (ART)



Post Date : 04 Januari 2010