|
Buang air besar di WC yang baik dan sehat sering kali dimaknai sebagai hal yang biasa. Namun, kita sering melupakan nilai di balik hal yang biasa itu. Mengingatkan kembali pentingnya sanitasi–termasuk di dalamnya jamban yang sehat– juga kebiasaan hidup sehat (hygiene) menjadi dasar utama digelarnya East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene.Sudah tiga kali konferensi sanitasi dan kebersihan negara-negara Asia Timur ini digelar.Konferensi terakhir digelar di Denpasar, Bali,pada 10-12 September lalu dengan tema “Sanitation for All – Towards 2015 and Beyond”. Menurut laporan Joint Monitoring Program (JMP) antara WHO dan UNICEF pada 2012 Asia Timur target the Millennium Development Goals (MDG) soal ketersediaan air bersih dan akses sanitasi yang baik sebesar 68% akan terlewati hingga 8% dan akan terlewati pada 2015. Namun, yang patut dicatat,masih ada lebih 671 juta jiwa tidak menggunakan fasilitas sanitasi yang layak. Jumlah tersebut terbilang besar. Bagi Indonesia yang penduduknya mencapai 240 juta jiwa,masalah sanitasi dan hygiene barangkali jadi lebih penting.Ini terlihat dari gagalnya Indonesia mencapai target MDG tahun 2011.Untuk sanitasi, dari target 62,51%,baru tercapai 55,6%,sisanya 44,4% yang belum mendapatkan sanitasi yang layak.Sementara, untuk akses air bersih,dari target 66,82%,baru tercapai 42,76%.Adapun yang paling penting digarisbawahi barangkali ada 23% rakyat Indonesia yang buang air besar sembarangan (open defecation). Artinya, mereka tidak punya toilet, dan jumlahnya mencapai 60 juta jiwa.Jumlah yang masih besar. Pemerintah bukannya tidak berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini.Banyak program yang telah mereka jalankan, salah satunya melalui Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).Namun, persoalan klasik,yakni anggaran,jadi batu sandungan. Untuk bisa menuntaskan soal sanitasi ini pada 2020, dibutuhkan dana Rp56 triliun. Sampai saat ini,anggaran pemerintah— yang berasal dari semua kementerian yang terkait— hanya sebesar Rp26 triliun.“ Sisanya,kami usahakan cari dari pihak ketiga,swasta, dan donor,”kata Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S Priatna. Masalah buruknya sanitasi dan segala turunannya,termasuk tidak adanya jamban, punya implikasi yang menakutkan. Itu akan menurunkan kemampuan sebuah bangsa. Studi bersama WHO dan Bank Dunia pada 2007 menunjukkan bahwa buruknya sanitasi Indonesia menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2,3% dari produk domestik bruto atau setara Rp58 triliun per tahun. Adapun yang paling menakutkan, barangkali buruknya sanitasi dan perilaku hidup tidak bersih bisa menjadi penyebab hilangnya sebuah generasi. UNICEF mencatat setidaknya 140.000 balita meninggal setiap tahun di Indonesia karena penyakit yang disebabkan oleh buruknya sanitasi. “Padahal, kematian ini bisa dicegah hampir separuhnya jika kita punya kebiasaan cuci tangan pakai sabun, semua sabun,”kata UNICEF Country Representative Angela Kearney. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi memberikan pernyataan yang menarik dalam pidato pembukaan konferensi ini. “Mari kita berhenti bicara angka-angka soal sanitasi.Mari kita bicara soal orang,soal kehidupan,”katanya.Bukan hal yang mudah untuk memberikan “wajah manusia”pada angka-angka sebagaimana yang diinginkan Nafsiah Mboi. helmi firdaus Post Date : 27 September 2012 |