Siang itu, Selasa (14/4), Abu (43) dan Taufik (32) terlihat sibuk mengangkat tumpukan sampah basah yang menyumbat di salah satu pintu air di aliran Sungai Bendung, Kecamatan Sekip, Kota Palembang. Setelah diangkat, sampah-sampah tersebut kemudian dipilah-pilah.
”Sampah yang berkategori plastik atau dari bahan lain yang tidak bisa didaur ulang diletakkan di tempat khusus, sedangkan sampah yang bisa didaur ulang atau nonplastik dimasukkan ke tong khusus,” kata Abu.
Abu dan Taufik merupakan salah satu relawan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hijau yang bergerak di bidang konservasi lingkungan perkotaan. LSM Lingkungan Hijau sendiri saat ini memiliki proyek kerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan sampah menjadi pupuk kompos.
Menurut Abu, sejak tahun 2008 Pemkot Palembang telah mulai menggencarkan program pemanfaatan sampah rumah tangga menjadi pupuk kompos. Di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, dan Bandung, hal serupa sudah banyak dilakukan.
”Di Palembang sendiri, wawasan ini perlu dibumikan agar kesadaran masyarakat meningkat. Saat ini, coba lihat bahwa bencana banjir ini salah satu penyebabnya berasal dari sampah rumah tangga yang menyumbat aliran sungai. Kalau program ini berhasil, potensi banjir bisa ditekan,” katanya.
Cara pembuatan
Teknik dan cara pembuatan pupuk kompos dari sampah rumah tangga ini sebenarnya cukup mudah. Pertama-tama, pelaku rumah tangga harus sudah memisahkan jenis sampah yang bisa didaur ulang dan yang tidak. Sampah yang bisa didaur ulang, contohnya, makanan, daun, dan bahan biologis lainnya. Setelah dimasukkan ke dalam tempat tertutup selama sekitar 2-3 bulan, material itu siap diolah menjadi kompos.
”Pupuk ini berguna untuk menyuburkan tanaman. Bisa dimanfaatkan di pekarangan sendiri maupun dijual menjadi pupuk pertanian padi,” kata Abu.
Adapun sampah yang tidak bisa didaur ulang, seperti kaca, plastik, dan lainnya, bisa dipisahkan. (ONI)
Post Date : 15 April 2009
|