|
Jakarta, Kompas - Pada tahun 2012 pengeboran air bawah tanah di wilayah DKI Jakarta akan dilarang. Pemanfaatan air permukaan diharapkan mampu digunakan secara optimal dan berkelanjutan sehingga berdampak pada upaya konservasi air bawah tanah yang dapat mendukung kelestarian lingkungan secara menyeluruh. "Pada saat ini pemanfaatan air bawah tanah sudah dihambat dengan pembatasan izin dan pembatasan kapasitas debit air yang diambil," kata Dian Wiwekowati, Kepala Subdinas Bina Usaha Air Bawah Tanah dan Bahan Galian pada Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Kamis (30/11). Dian mengungkapkan hal itu saat menjadi salah satu pembicara dalam acara workshop "Konsolidasi Penyelenggaraan Pengelolaan Air Tanah" yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Pelarangan pengeboran air bawah tanah pada tahun 2012 terkait dengan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ikut menandatangani Deklarasi Kota Hijau pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun 2005 di San Francisco. DKI menjadi satu di antara 50 perwakilan kota di dunia yang turut menandatangani deklarasi tersebut. Menurut Dian, Pemprov DKI saat ini masih mengeluarkan 2.100 perizinan untuk pengeboran sumur dalam dengan pengambilan air kapasitas maksimal 100 meter kubik per hari. Untuk pengeboran sumur dangkal diberikan 1.500 perizinan dengan pengambilan air kapasitas maksimal 5 meter kubik per hari. Selain Dian, hadir sebagai pembicara Kepala Subdirektorat Pengelolaan Konservasi Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Danaryanto serta Kepala Dinas Pertambangan dan Energi dari Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, Ismail Hasyim dan Edi Haryono. Peran PDAM Pelarangan pengeboran air bawah tanah dalam, menurut Dian, menuntut risiko peningkatan pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk meningkatkan suplai air bersihnya. Di DKI sendiri saat ini PDAM masih menghadapi berbagai kesulitan air baku. "Mulai sekarang harus dipikirkan sumber air baku alternatif untuk PDAM," kata Dian. Dia melanjutkan, keterbatasan suplai air bersih dari PDAM akan mempersulit penerapan kebijakan yang menghambat penggunaan air bawah tanah dalam. Dia mencontohkan pula, saat ini ada salah satu perusahaan susu di Jalan Raya Bogor yang mengambil air bawah tanah dalam melebihi kapasitas yang ditentukan, 100 meter kubik per hari. Akan tetapi, kekurangan air bersih perusahaan itu juga tidak dapat dipenuhi PDAM dengan operatornya, PT Thames PAM Jaya. "Ini akhirnya menjadi sebuah dilema," kata Dian. (NAW) Post Date : 01 Desember 2006 |