Mengatur Pemakaian Air Jakarta

Sumber:Koran Tempo - 20 Maret 2009
Kategori:Air Minum

JAKARTA -- Agar Jakarta tak ambles, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun peraturan soal penghematan air. "Peraturannya dalam bentuk Peraturan Gubernur, yang saat ini masih dalam proses verbal," kata Peni Susanti, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, di Balai Kota kemarin.

Peraturan itu akan menerapkan unsur reduce, reuse, recycle, dan recharge pada sumber daya air di kawasan bisnis seperti gedung perkantoran dan mal.

Dian Wiwekowati, Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Perkotaan BPLHD DKI Jakarta, menjelaskan bahwa reduce berarti penghematan air. "Reuse maksudnya adalah menggunakan kembali air bekas, recycle mengolah kembali air, sedangkan recharge berarti pengisian air tanah dengan membuat sumur resapan," katanya.

Penggunaan air tanah secara berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah. Berdasarkan penelitian BPLHD, terjadi penurunan permukaan air tanah setinggi 40 meter. Saat ini 53 persen konsumen air di Jakarta menggunakan air tanah. Selain regulasi, langkah antisipasi yang dilakukan adalah menggalakkan pembuatan lubang resapan biopori sebanyak mungkin.

Sebanyak 40 persen wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut. Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan kepada Tempo bahwa data itu berdasarkan data pada 2004. Menurut dia, penurunan muka tanah terjadi di seluruh DKI Jakarta.

Jakarta diperkirakan akan tenggelam sebelum 2012. Perhitungan tersebut berdasarkan data penurunan permukaan tanah di Jakarta yang rata-rata 10 sentimeter setiap tahun. Sebelumnya, Darrundono, Ketua Harian Komite Evaluasi Lingkungan Kota, juga mengatakan intrusi air laut sudah mencapai 11 hingga 12 kilometer dari garis pantai hingga kawasan Setia Budi.

Peni menambahkan, untuk menjaga sumber daya air, sekarang yang penting adalah bagaimana masyarakat, khususnya penyewa gedung-gedung bertingkat, sadar tentang cara berhemat. "Menurut penelitian, 83 persen penurunan muka air tanah disebabkan penggunaan air oleh gedung bertingkat, sedangkan 17 persen disebabkan pengambilan air bawah tanah," tuturnya.

BPLHD Jakarta Barat malah telah memulai razia pemakaian air tanah pada perusahaan binatu yang ada di kawasan Sukabumi Selatan. "Semua laundry (binatu) akan dirazia. Saluran air tanah akan ditutup langsung," kata Yosiono Anwar, Kepala Suku Dinas BPLHD Jakarta Barat, Senin lalu.

Menurut Yosiono, sebagian besar usaha binatu di sana masih menggunakan air tanah untuk proses produksi. Sebelumnya, para pengusaha binatu telah sepakat untuk tak lagi menggunakan air tanah. Tapi rupanya masih ada yang membandel. Alasan mereka menggunakan air tanah adalah karena air dari perusahaan air minum kurang.

"Untuk sekali pencucian, butuh waktu 3 jam dengan air PAM. Padahal dengan air tanah cukup satu jam," kata H. Agus, seorang pengusaha binatu. Pemutusan air tanah ini, kata dia, akan mengakibatkan naiknya ongkos produksi dan penurunan produksi. "Produksi bisa turun 70 persen," ujarnya.

Menanggapi rencana dikeluarkannya Peraturan Gubernur itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Muhayar, meminta pemerintah konsisten dalam melaksanakannya. "Kami dukung rencana pemerintah dalam penghematan air," kata Wakil Ketua Komisi D Bidang Pembangunan itu.

Muhayar mengatakan banyak pembangunan gedung tinggi di Jakarta yang tidak mengindahkan penghematan air tanah. Sebagai contoh, katanya, ada pembangunan pondasi gedung tinggi yang membuang air tanah begitu saja ke sungai. "Padahal seharusnya air tanah itu disuntikkan kembali ke dalam tanah," tuturnya.

Maka, kata Muhayar, pemerintah harus bertidak tegas seperti mencabut izin pembangunan gedung seperti itu. "BPLHD sendiri harus banyak turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan. bukan hanya membuat kajian-kajian saja," kata dia. Eka Utami Aprilia



Post Date : 20 Maret 2009