Mengatasi Keterbatasan Pendidikan dengan Sampah

Sumber:Kompas - 06 Oktober 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Pendidikan tak mengenal batas. Ketika alat peraga sulit diperoleh, sampah pun bisa menjadi sarana mendidik yang murah dan mengasah kreativitas.

Guru SD Budi Mulia 2 Bantul, Isrohadi (32), menuturkan, beberapa guru di sekolah itu telah menggunakan alat peraga dari sampah sejak sekitar empat tahun. Ini dilakukan untuk menyiasati sulitnya memperoleh alat peraga yang asli. Selain harganya mahal, alat peraga asli tidak tersedia di daerah dia mengajar di Desa Sedayu, Bantul, sekitar 10 kilometer dari Kota Yogyakarta.

"Tinggal di desa pelosok seperti ini sangat repot kalau harus pergi ke kota untuk membelinya. Lagi pula harganya sangat mahal. Kasihan anak-anak kalau harus membeli yang asli," katanya, Minggu (5/10) di Bantul.

Isrohadi mengubah limbah yang banyak tersedia di sekitar desanya menjadi alat peraga pendidikan, seperti model paru-paru dari gelas air mineral untuk mata pelajaran Sains dan egrang dari bambu dan batok kelapa untuk mata pelajaran Olahraga.

Para guru melibatkan murid-murid dalam proses pembuatan. Kegiatan membuat alat peraga dari bahan limbah ini selain menyenangkan juga mendidik dan mengasah kreativitas murid. "Dengan melibatkan anak-anak, kami berusaha menanamkan kemandirian agar anak- anak tidak hanya bisa membeli barang kebutuhan tapi juga bisa membuatnya. Mereka juga bebas berkreasi menghias alat peraga buatannya," kata guru Olahraga dan Sains itu.

Isrohadi menyatakan, alat peraga dari bahan limbah ini memang memiliki beberapa kekurangan seperti tidak tahan lama dan kurang menarik dibandingkan yang asli. Alat-alat peraga itu setiap tahun harus diperbaharui karena biasanya rusak setelah setahun penggunaan. Namun, kekurangan ini bisa sangat kecil dibandingkan kelebihannya.

Direktur Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Early Childhood and Care Development Resource Centre (ECCD RC) Yogyakarta Elga Andriana menuturkan, kelebihan alat permainan edukatif selain murah dan mendidik juga berfungsi sebagai sarana menanamkan kesadaran untuk memelihara lingkungan pada anak sejak dini.

Dalam setiap pembuatan, para guru ECCD RC juga menerangkan bahaya dari penumpukan limbah. "Misalnya styrofoam yang sekarang banyak digunakan untuk kemasan makanan jadi tidak bisa diuraikan alam sama sekali. Bahkan, bila dibakar pun tetap akan menyisakan residu polusi berupa gas yang berbahaya untuk kesehatan makhluk hidup di dunia," ujar Elga. (IRE)



Post Date : 06 Oktober 2008