Sebuah logika sederhana dalam mengatasi banjir: pindahkan airnya atau pindahkan manusianya. Kalau tidak ada yang mau mengalah, keduanya harus bisa bersahabat alias bisa tinggal berdampingan.
Itulah yang terjadi di RW 20, Kelurahan dan Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Kampung Cieunteung dengan penduduk 500 keluarga lebih itu memiliki rutinitas tambahan begitu musim hujan tiba, yaitu mengungsi karena banjir.
Kampung ini berada lebih rendah dari daya tampung Sungai Citarum. Hasil dari proyek normalisasi, sungai ini mampu menahan air sampai ketinggian 659,3 meter di atas permukaan laut (mdpl). Namun, beberapa titik di Kampung Cieunteung berada pada ketinggian 658 mdpl.
Padahal, menurut Camat Baleendah Ruli Hadiana, setiap kali daerah itu digenangi air setinggi 30 cm hingga 1,5 meter, seluruh tenaga terkuras habis untuk menangani dampak banjir. Banyak sektor kehidupan terganggu, seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kebutuhan air bersih.
Hasil pemetaan masalah oleh warga, dua sumber banjir datang dari saluran air yang terhubung dengan Sungai Citarum dan dari selokan Cigado yang berasal dari arah selatan. Prioritas penanganan pun difokuskan pada bantaran Sungai Citarum.
Warga mendapatkan bantuan dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum untuk membangun tanggul dari batu dengan panjang 170 meter dan tinggi 50 cm. Pintu air dibangun untuk menutup dua lubang tempat air masuk ketika sungai meluap. Warga mendapat tambahan dana untuk membangun tanggul sepanjang 240 meter sehingga total mencapai 410 meter.
Jaja, Ketua RW 20, menerangkan, biaya tenaga kerja sepenuhnya tidak dihitung karena semuanya rela demi bebasnya rumah mereka dari banjir. Kerja memang belum sepenuhnya selesai. Untuk menutup seluruh bantaran Sungai Citarum dibutuhkan tanggul sepanjang 600 meter. Berarti masih ada 190 meter yang terbuka. Itu belum termasuk selokan Cigado yang belum tertangani dan sewaktu-waktu bisa menerjang tanpa pemberitahuan.
Memasuki November, musim hujan datang lagi. Titik-titik air, yang jatuh ke bumi dan gagal ditangkap karena hutan gundul, terus berlari ke badan sungai dan membuatnya meluap. Siklus kekompakan manusia dan banjir teruji lagi. (Didit Putra Erlangga Rahardjo)
Post Date : 03 November 2009
|