|
SAMPAH pun bisa menghasilkan uang. Pendapat itu bukan hanya sekadar slogan. Sudah banyak orang yang membuktikan, termasuk salah satunya ialah Aswin Aditya, 37, pengusaha muda yang menambang dolar dari sampah. Setelah bosan bekerja di kantor sebagai desainer interior pesawat Indonesia-Belanda, Aswin memilih menjadi pebisnis sejak Oktober 2006. Bisnis yang ditekuni itu terbilang baru di Indonesia. Ia memanfaatkan sampah plastik menjadi barang yang bermanfaat, dan diminati masyarakat internasional. Aswin memanfaatkan limbah kantong plastik bekas pelembut pakaian, kecap, sabun cair, sabun cair untuk mencuci piring, pembersih kamar mandi, hingga tabung pasta gigi. Semula kantong-kantong plastik itu tidak laku di kalangan para pemulung. Akibatnya, plastik pun sulit diolah kembali. Namun di tangan Aswin, barang-barang itu menjadi berharga. Para pemulung pun mulai mencari kantong-kantong plastik bekas itu untuk dijual kepada Aswin. ''Harganya Rp4.000 per kilogram,'' kata Aswin memulai perbincangan. Pilihan Aswin yang relatif cukup unik itu merupakan bagian dari kepeduliannya terhadap masalah lingkungan dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. ''Ya, selama ini orang yang bergerak untuk peduli masalah sampah plastik selalu kelompok peduli lingkungan. Masak harus mereka, lalu bagaimana tanggung jawab masyarakat di luar kelompok itu? Ya, saya mencoba dan ternyata mendapat dukungan cukup luas. Di samping itu, ada job opportunity di sektor itu,'' kata Aswin memulai perbincangan. Sejumlah pemulung mengakui bisnis limbah kantong bekas ini bisa menambah penghasilan. Rata-rata mereka menyetor 10 kg-20 kg. Sebab, dulunya limbah itu tidak ada harganya. Limbah kantong plastik itu pun disulap menjadi bahan plastik layer untuk produksi menjadi tas punggung, koper, dompet, tirai penutup kamar mandi, payung, sandal, tas laptop, hingga tas untuk bepergian. ''Saya yang mendesain sendiri tas-tas itu, termasuk pula pola warna plastiknya. Biasanya untuk pasar dalam negeri senang warna-warna sejenis, sedangkan di luar negeri campuran.'' Ada sembilan karyawan yang membantunya untuk memproduksi tas-tas tersebut. Mulai dari bagian pembersih kantong plastik, tukang potong, dan penjahit. Edi salah satu penjahit yang bekerja di tempat Aswin menjelaskan benang yang digunakan untuk menjahit adalah benang senur. ''Setiap hari tidak tentu berapa bahan yang harus dijahit, tergantung order.'' Rata-rata setiap bulannya sebanyak 50 kg atau 500 <i>item order yang harus diselesaikan dan siap dipasarkan. Menurut Aswin, untuk sementara ini, pasar potensial terhadap produk-produknya itu adalah Amerika Serikat. ''Setiap bulan saya rutin mengirim ke Amerika Serikat (AS). Kalau pasar dalam negeri masih sedikit, sekitar 30%. Itu pun saya tidak menjual di toko-toko. Orang tahu produk saya dari mulut ke mulut. Saya menjual barang-barang itu hanya saat diundang pameran.'' Ongkos kirim ke AS pun ditanggung distributor di AS. Setiap kali kirim perlu biaya pengiriman sebesar Rp19 juta. Beberapa pesohor, seperti Becky Tumewu dan Krisna Mukti, pernah membeli produknya. Harganya pun pasti akan membuat Anda tercengang! Mulai Rp35 ribu hingga Rp400 ribu. Nah, kalau di AS, produk ini berharga mulai dari US$29,95 hingga US$84,95 atau sekitar Rp275 ribu hingga Rp780 ribu. Aswin mengaku memperoleh omzet antara Rp30 juta-Rp70 juta per bulannya. Padahal modal awalnya pun sangat murah. Aswin menyebutkan, untuk pemula, modalnya cukup Rp2 juta. ''Mesin jahitnya saja beli yang bekas. Satu mesin jahit harganya Rp900 ribu. Kalau mau berbisnis seperti ini, dua mesin jahit sudah cukup,'' papar lulusan S-2 bidang operation management di Vermont, New Hampshire, AS, itu. Menariknya lagi, banyak orang yang mendatanginya untuk diajari berbisnis limbah plastik itu. Sudah ada 10 kelompok di DKI Jakarta yang mendapat pelatihan. Aswin juga mengajari kelompok masyarakat di Yogyakarta dan Surabaya. ''Saya tidak khawatir akan tersaingi. Justru saya senang mereka bisa berkembang. Akan semakin banyak orang berbisnis semacam ini, semakin banyak membuka lapangan kerja, sekaligus membantu masalah lingkungan,'' tegasnya. Bisnis yang dikembangkan Aswin itu juga dilirik perusahaan besar. Unilever, misalnya, menjadi pelanggan tetap untuk membeli produk-produknya. Apalagi bahan plastik yang digunakan sebagian besar adalah produk Unilever. Selain itu, beberapa pebisnis dari Inggris dan Swiss pun berminat menjadi distributor produksi Aswin itu. Namun, Aswin berkeinginan hanya ada satu distributor tunggal. ''Kalau ada yang berminat menjual produk saya, beli saja di distributor tunggal di AS. Biar saya mudah mengontrolnya,'' ujar Aswin yang juga berjualan tanaman dan berencana membuka restoran. (Siswantini S) Post Date : 14 September 2008 |