|
DALAM satu artikelnya, Jurnal Science memprediksikan akan terjadinya kesulitan penyediaan air bersih pada tahun 2025 di wilayah bumi yang kaya air, termasuk di Indonesia. Penyebab dari krisis ini adalah antara lain pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Upaya menanggulangi beserta penanganan konsekuensi dari kesulitan itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Jawa Barat tidak luput dari kemungkinan kesulitan air bersih ini. Karena itu, persoalan air baku bagi sistem penyediaan air minum (SPAM) menuntut perhatian. Berkurangnya air akibat perubahan tata guna lahan, pencemaran, perubahan siklus air global dan pola hujan lokal, ditambah pengelolaan air tanah yang tidak baik, berkontribusi terhadap persoalan air baku tersebut. Untuk menyelesaikan persoalan ini, harus ada keterpaduan pengelolaan sumber daya air (PSDA) di hulu dengan SPAM di hilir. Target nasional Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2005 tentang Penyediaan Sistem Air Minum, menargetkan pelayanan air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum pada tanggal 1 Januari 2008. PP ini juga menetapkan penyusunan rencana induk SPAM yang terpadu dengan pembuangan air limbah dan sistem pengelolaan persampahan, yang ditargetkan pada tanggal 1 Januari 2010. Desakan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan air bersih juga datang dari Program Millenium Development Goals (MDG). Sesuai dengan target nomor 10 dari MDG, SPAM Jawa Barat harus meningkatkan kapasitasnya empat kali lipat. Kapasitas SPAM Jabar saat ini adalah untuk 22,7 juta orang. Peningkatan kapasitas ini sesuai dengan program peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM sangat dipengaruhi oleh tingkat kesehatan masyarakat yang tergantung pada pemenuhan kebutuhan terhadap air minum dan sarana/prasarana sanitasi. Pengembangan investasi dan infrastruktur tidak berhasil apabila kebutuhan airnya tidak dipenuhi. Sebetulnya, Jawa Barat memiliki potensi sumber daya air yang tinggi karena hujan yang melimpah. Keberadaan situ alami, waduk, dan cekungan air tanah memungkinkan penyimpanan air hujan ini. Namun, permasalahan inti dalam pengembangan SPAM Jawa Barat adalah sistem manajemen dan pendanaan. Persoalan manajemen terlihat dari angka-angka berikut. Pada tahun 2005, tingkat kebocoran PDAM se-Jawa Barat rata-rata 45%. Sementara cakupan pelayanan pun rendah (16% dari total penduduk), serta kualitas air rendah. PDAM se-Jabar juga memiliki masalah dalam hal pendanaan dan utang yang cukup besar. Utang PDAM se-Jawa Barat hampir mencapai dua kali lipat pendapatan kotornya. Padahal, perbaikan dan pengembangan SPAM yang terpadu dengan PSDA ini memerlukan biaya miliaran dolar. Tentu saja, PDAM se Jawa Barat secara umum tidak akan mampu menanggung biaya tersebut. Pun demikian, APBN dan APBD tidak mungkin membiayai utang ini. Pemenuhan biaya dengan pinjaman akan membebani rakyat. Bandingkan, misalnya dengan provinsi kembar (sister province) Jabar, Australia Selatan. Tingkat pelayanan air minum provinsi di Australia itu mencapai 100%. Sedangkan Jabar baru dapat memberikan pelayanan air bersih kepada sekitar 16% penduduk. Padahal, curah hujan di Jabar 10 kali lebih banyak. Dengan jumlah staf yang hanya seperempat jumlah staf PDAM se- Jawa Barat, SA Water (PDAM Australia Selatan) mampu memberikan pelayanan air minum dengan volume yang 1,5 kali lebih besar dibandingkan PDAM se-Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk yang hanya 4% dari total penduduk Jawa Barat, pemasukan SA Water lebih dari 10 kali lebih besar dibandingkan PDAM se-Jawa Barat, walaupun faktor perbedaan pendapatan dan pengeluaran rata-rata per kapita juga harus dipertimbangkan. Reformasi manajemen Jawa Barat sudah memiliki sistem manajemen SPAM terpadu berdasarkan Perda No 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengambangan Sumber Daya Air di Jawa Barat. PT Tirta Gemah Ripah (Tirta Jabar) mengemban amanat pelaksanaan sistem tersebut sesuai dengan amanat dan kewenangan provinsi dalam UU 7/2004 dan PP 16/2005. Tirta Jabar harus bekerja sama dengan PDAM se Jawa Barat untuk meningkatkan pengelolaan SPAM kabupaten/kota. Walaupun pola pendanaan public-public partnerships adalah suatu alternatif, tingginya kebutuhan biaya pengembangan SPAM menuntut keterlibatan pihak swasta (pola public-private partnerships). Keberadaan PDAM se- Jawa Barat beserta jaringannya memungkinkan kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga secara lebih luwes dan dilakukannya pengembangan SPAM tidak dari titik nol. Untuk pelibatan swasta itu, Jawa Barat harus memperbaiki iklim politik, ekonomi, dan sosial sehingga dapat menarik dan memberikan jaminan pengembalian bagi investasi dalam dan luar negeri. Perbaikan iklim politik ditujukan untuk menjamin keamanan berinvestasi dalam jangka waktu yang lama dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Pengembangan SPAM harus memenuhi asas keadilan sosial. Artinya, pelayanannya harus menjangkau semua lapisan masyarakat dan daerah. Masyarakat mampu dan tidak mampu, serta daerah mampu dan tidak mampu harus terpenuhi. Untuk memenuhi keadilan inilah maka perlu ada subsidi silang. Karena itu PDAM perlu mengembangkan sistem tarif SPAM yang berkeadilan sosial yang sesuai dengan kemampuan masyarakat, memiliki batas maksimum, dan dapat mengembalikan investasi. Sistem tarif yang tidak memperhatikan hal-hal tersebut di atas telah merugikan rakyat dalam pengembangan SPAM di banyak negara. Sistem tarif juga harus mendukung konservasi air dan perlindungan atau pengembangan sumber daya air dihulunya. Pengelompokan wilayah pelayanan untuk meningkatkan jumlah pelanggan merupakan kunci untuk menciptakan subsidi silang. Pada prinsipnya, peningkatan pemasukan untuk pengembalian investasi dapat dilakukan dengan penambahan jumlah pelanggan yang membayar. Sistem tarif Tirta Jabar dikaitkan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang akan mengurangi beban pembayaran air masyarakat secara umum. Sifat NJOP yang berubah menurut waktu akan mengurangi penetapan kenaikan tarif SPAM secara berkala. Sekarang ini, untuk sekitar 680 liter air per NJOP per hari, masyarakat yang tidak mampu hanya membayar Rp 5.000,00 per bulan. Sedangkan pemilik properti termahal se Jawa Barat membayar maksimum sekitar Rp 416 ribu. Pengikatan sistem tarif air minum dengan nilai properti di atas bukan merupakan hal yang baru. Di Inggris sebagai contoh, sistem tarif SPAM yang dikaitkan dengan nilai properti pelanggan adalah merupakan pilihan dan telah dilaksanakan. Teknologi yang dapat mengendalikan aliran air sehingga konstan atau mereduksi jumlah air yang mengalir pun harus dimanfaatkan. Peralatan sanitasi pun telah didesain sehingga dapat menghemat air. Perbaikan iklim ekonomi juga harus mengefektifkan pemakaian dana yang telah terkumpul yang bersifat terbuka dan dapat diaudit dengan memanfaatkan escrow account. Pemasukan uang ke escrow account akan langsung didistribusikan ke kegiatan-kegiatan yang telah disepakati termasuk utang PDAM saat ini. Jadi, saldo rekening tersebut akan nol. Perbaikan iklim sosial ditujukan untuk menghindari timbulnya keresahan di masyarakat melalui sosialisasi. Masyarakat yang menerima dan berperan aktif dalam pengembangan SPAM adalah merupakan daya tarik kuat bagi investasi. Untuk meminimlkan risiko, investasi haruslah tidak bersifat pinjaman. Yang ditekankan kepada calon investor adalah kemampuan pembayaran kita yang terjamin melalui sistem tarif dan escrow account di atas. Para calon investor lah yang harus mencari sumber pendanaan bagi keterlibatannya. Dengan demikian, permasalahan yang akan timbul berkenaan dengan pembayaran utang tidak akan menjadi permasalahan Jawa Barat. Kontrak dengan investor haruslah berdasarkan kinerja yang telah disepakati bersama yang memudahkan pengawasan karena tidak harus terlibat dengan hal-hal yang terlalu teknis operasional. Sistem denda dapat diterapkan untuk setiap ketidaktercapaian kinerja yang telah disepakati. Jawa Barat dengan seluruh pemerintah daerah dan PDAM-nya harus memilik fungsi kendali dalam sistem dan manajemen SPAM. Haruslah disepakati peran dari masing-masing pihak yang terlibat. Pola manajemen bersama dan menjamin tidak adanya pengalihan kepemilikan aset harus disepakati dengan investor. Pengelolaan SPAM sendiri pada akhirnya akan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan PDAM-nya yang telah ditingkatkan kemampuan dan jaringannya selama masa kontrak investasi. Dengan penerapan sistem di atas yang merupakan hasil kerja sama dengan Australia Selatan (melalui MS Water), diharapkan Jawa Barat dapat memenuhi dan melebihi secara lebih luas target-target nasional di atas, terutama target nomor 10 MDG pada tahun 2015, sehingga dapat menjadi acuan bagi Indonesia. Oleh Ir. ARIEF SUDRADJAT, M.I.S., Ph.D.Penulis, staf akademik di Institut Teknologi Bandung, pemerhati bidang pengelolaan sumber daya air terpadu. Post Date : 27 Juli 2006 |