Mencermati Air Beroksigen dan Air Heksagonal

Sumber:Kompas - 06 Februari 2005
Kategori:Air Minum
BISNIS seputar air minum dalam kemasan kini semakin semarak dengan hadirnya jenis air beroksigen dan air heksagonal. Minuman semacam itu kini ramai memenuhi gerai-gerai penjualan di pasar swalayan. Air tersebut menjanjikan manfaat yang terdengar dahsyat, mampu menyembuhkan berbagai penyakit yang secara medis pun kerap sulit diobati.

MESKIPUN demikian, seberapa nyata kehebatan klaim-klaim tersebut jika ditelisik lebih jauh? Air dan kehidupan memang adalah keniscayaan. Air sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh manusia. Demikian vital dan semakin dibutuhkannya air di mana pun orang berada hingga pada zaman modern saat ini, air pun harus ditebus dengan uang. Si air minum ini memang telah menjadi komoditas yang sangat prospektif.

Menjual air tak cukup lagi dengan embel-embel "air yang diambil dari mata air pegunungan". Sebab itu, "inovasi" seputar air dikembangkan sedemikian rupa. Air beroksigen juga air heksagonal mungkin hanya salah satu "inovasi" yang akan memancing berbagai "inovasi" air yang lain.

Satu molekul air (H2O) merupakan kolaborasi satu atom oksigen dengan dua atom hidrogen. "Unsur oksigen terlarut dalam air memang secara alamiah tidak banyak. Sebab itu, orang yang memelihara ikan di akuarium sering menambahkan oksigen supaya ikan-ikannya mendapat suplai oksigen lebih banyak," tutur Dr dr Septelia Inawati Wanandi dari Bagian Biokimia dan Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Oksigen yang ditambahkan di akuarium tersebut bukan untuk diminum oleh para ikan penghuni akuarium, namun untuk bernapas melalui insang-insang mereka. Pada air minum kemasan beroksigen, oksigen ditambahkan pada air dalam suatu tekanan tinggi tertentu. Hal itu, menurut Septelia, memang bisa saja dilakukan.

Namun, Septelia mengingatkan, sifat kelarutan oksigen tambahan tersebut pada air sangat labil, mudah terlepaskan kembali ke udara. Terlebih jika air tersebut berada dalam kondisi di atas suhu ruangan (25-30 derajat Celsius), terkena panas, atau sekadar terpapar cahaya matahari.

Septelia memaparkan, molekul-molekul air tersebut dalam keadaan cair bergerak liar tak beraturan. Namun, ketika berwujud padat, seperti es atau salju, molekul-molekul air tersebut bertingkah laku lebih beradab dalam susunan yang rapi dan tertib. Keteraturan itu dapat diamati ketika setiap enam molekul air saling bergandengan membentuk susunan heksagonal (segi enam).

Susunan tersebut menciptakan sebuah ruang di bagian tengah, yang lalu dapat memerangkap oksigen lain atau molekul lain. Kondisi itu menyebabkan apa yang kondang disebut sebagai anomali air.

"Karena itu, air yang didinginkan hingga suhu di bawah empat derajat Celsius hingga menjadi es, volumenya lebih besar ketimbang air dalam kondisi cair," papar Septelia.

Dalam susunan demikian, memang otomatis memungkinkan air mengandung unsur oksigen lebih banyak dibandingkan air suhu ruangan, apalagi air hangat. Sebab itu, kata Septelia, meminum air dingin atau es terasa lebih segar ketimbang air hangat. Selain karena suhunya lebih dingin, air dingin atau es memiliki kandungan oksigen lebih banyak.

DARI gambaran alamiah itu, manusia kemudian mencoba menciptakan susunan molekul air heksagonal, namun tetap dalam keadaan cair bukan padat. Kedengarannya memang fantastis. Kalangan industri lalu menyikapinya dengan memasarkan alat pembuatnya dalam wujud yang praktis, sepraktis water heater listrik di kamar hotel.

Alat itu dikatakan mampu menjadikan air biasa menjadi air heksagonal, yang diklaim bisa menjadi dokter pribadi. Sebab, air yang tercipta dari alat itu dapat mengobati berbagai penyakit termasuk kanker.

"Penciptaan itu memang mungkin saja, dengan menggunakan energi besar, seperti medan magnet yang kuat, struktur molekul alami air cair menjadi heksagonal," tutur Septelia.

Kehebatan inovasi tersebut kemudian berujung pada pertanyaan, seberapa signifikan manfaatnya, sehingga air-air semacam itu perlu dikonsumsi manusia?

Septelia secara halus mencoba menjawabnya dari logika ilmiah dasar. Air beroksigen susunan molekul tetap berbeda dengan air heksagonal. Kesamaan keduanya adalah sama- sama mencoba menyuguhkan air dengan kandungan oksigen lebih banyak dari air biasa.

"Namun, pada kedua macam air itu kelarutan oksigen tambahan di dalamnya tetap mudah terlepas. Ada toleransi suhu tertentu, setidaknya sampai di atas suhu ruangan, oksigen terlarut mudah lepas. Kalau lepas, ya lalu menjadi air biasa kembali," kata Septelia. Padahal, dalam keterangan iklannya, air heksagonal, misalnya, direkomendasikan untuk membuat dari susu bayi, minuman hangat hingga memasak.

"Air heksagonal dan air beroksigen kalau dipanaskan ya pasti oksigen terlarutnya terlepas," tandas Septelia.

Kalau toh air beroksigen atau heksagonal itu dalam suhu normal diminum, potensi oksigen terlepas tetap besar. Suhu tubuh normal manusia, sekitar 37 derajat Celsius, disebutkan Septelia, memungkinkan oksigen terlarut dalam air terlepaskan ketika memasuki tubuh. Hal inimirip denganjika kitasendawa setelahminum airberkarbonat(CO2).

Jika diandaikan kandungan oksigen terlarut itu mampu sampai di usus, tetap akan menimbulkan pertanyaan. "Apakah kapiler pada mukosa usus bisa menyerap oksigennya? Apakah daya serapnya lebih hebat dari alveoli pada paru-paru? Setahu saya, sampai sekarang organ yang didesain Tuhan untuk menyerap oksigen hanya paru-paru," tutur Septelia.

Septelia juga mengingatkan bahwa berlebihan mengonsumsi oksigen juga tidak baik. Sebab, oksigen adalah unsur yang berperan dalam proses oksidasi yang juga menghasilkan radikal bebas. Manusia tidak bisa terbebas dari radikal bebas ini karena manusia membutuhkan proses metabolisme yang notabene merupakan proses oksidasi. Meski demikian, tubuh secara alami juga memproduksi antioksidan sendiri (antioksidan endogen).

"Tercipta keseimbangan di dalam tubuh, antara jumlah radikal bebas dengan antioksidannya. Kalau oksigen dalam tubuh berlebihan, bisa memancing jumlah radikal bebas berlebihan juga, menjadi stres oksidatif," papar Septelia.

Hal itu juga dibenarkan pakar gizi Prof dr Waluyo S Soerjodibroto, MSc, PhD, SpG(K). Alih-alih menjadi sehat, produksi radikal bebas berlebih malah berpotensi destruktif pada tubuh. Radikal bebas merupakan molekul oksigen yang kesepian, sebab atom pada orbit terluarnya terdapat elektron yang tidak punya pasangan.

Hal itu membuat si molekul menjadi liar, lalu secara radikal mencari pasangan dengan merampok elektron molekul lain dari berbagai sel-sel tubuh. Sebab itulah ia disebut radikal bebas. Keradikalan berantai terjadi ketika molekul yang terampok ikut-ikutan brutal merampas elektron molekul lain. Kondisi inilah yang lalu membuat sel-sel tubuh rusak.

"Manfaat air beroksigen dan juga air heksagonal, sejauh ini belum terbukti secara ilmiah ataupun secara klinis. Paling hanya testimonial saja," ujar Waluyo.

Septelia pun berujar serupa, kalau hanya sekadar memberi kesegaran, air beroksigen maupun air heksagonal tidak masalah dicoba sesekali. Setidaknya kesegarannya tak jauh berbeda dengan kesegaran air es dari kulkas. (SF)

Post Date : 06 Februari 2005