Mencari Nilai Tambah dari Kertas Daur Ulang

Sumber:Suara Pembaruan - 11 Mei 2009
Kategori:Sampah Jakarta

Menelusuri gang-gang sempit di Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara, bukan perkara mudah. Selain harus berhati-hati kalau tidak ingin terperosok ke saluran air, rasa waswas akan keamanan juga terus menghiasi hati kecil. Bagi sebagian warga Jakarta Utara, siapa yang tidak mengetahui lokasi yang terkenal akan kehidupannya yang keras di sana?

Tapi, ternyata itu dulu. Paling tidak, setelah sebagian warganya sudah memiliki kesibukan dan bisa mendaur ulang sampah. Melalui program Ancol Sayang Lingkungan (ASL), Mustofa Hayat, Kepala Program ASL, sekaligus mantan ketua RW termuda di tempat itu mengajak dan mengenalkan ke warga berbagai manfaat yang bisa dipetik dari sampah yang tidak terpakai.

"Dulu, di kampung ini angka kriminalitas cukup tinggi karena banyak pemuda tidak punya kesibukan. Beberapa tempat malah biasa dijadikan arena bermain judi dan mabuk-mabukan," kata Mustofa Hayat, ketika ditemui SP di rumahnya, di Kampung Bandan RT 7 RW 2, Ancol, Jakarta Utara, baru-baru ini.

Saking banyaknya pemuda yang berbuat maksiat, sampai-sampai lahan kosong di belakang WC umum pun dijadikan lokasi berjudi. Sarana umum yang biasa digunakan untuk kepentingan bersama warga RW 2 itu seolah olah hanya menjadi saksi bisu kegiatan pemuda di sana.

Seiring berjalannya waktu, berdasarkan atas inisiatif Mustofa dan teman-temannya sewaktu menjabat kepengurusan RW, lahan di belakang WC umum itu berubah fungsi. Kini, tempat sederhana itu dijadikan pusat mendaur ulang sampah kertas yang dikumpulkan secara mandiri oleh warga. "Sejak beberapa tahun yang lalu, atau sejak warga sudah mengenal cara pendaur ulangan sampah kertas, WC itu kita kembalikan ke fungsinya semula. Lahan kosong di belakangnya pun kini sudah digunakan sebagai tempat mengolah sampah," ujar pria kelahiran 1976 ini.

Peralatan Sederhana

Tidak ada metode mutakhir yang diterapkan pemuda di sana untuk mendaur ulang kertas. Mereka hanya membutuhkan beberapa peralatan sederhana, seperti blender, screen (tingkat kerapatan M25 atau M36T), rakel (ukuran 10 atau 20 cm), papan kayu penjemur yang sudah dilapisi kain, bak besar, dan ember.

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendaur ulang sampah juga tergolong sederhana. Sampah kertas seperti dari majalah, koran, kardus, dan buku tulis, disortir dan disobek-sobek sebelum direndam sampai lunak. Setelah cukup lunak, sampah itu diblender secukupnya menjadi bubur sampai tingkat kehalusannya sama.

Setelah halus dan ditentukan adonan nilai serat, bubur kertas itu dicampur lem sagu untuk kemudian dimasukkan ke dalam bak. Langkah terakhir, perakelan ke atas permukaan screen. Langkah ini yang terbilang cukup sulit karena membutuhkan keahlian.

"Selain dibutuhkan keahlian, kondisi jiwa si pembuat menentukan hasil kertas yang didapat. Kalau kondisi jiwanya sedang emosi, dijamin hasilnya berantakan karena tidak menggunakan perasaan," ucap Mustofa.

Bubur kertas yang sudah menempel di-screen kemudian dijemur. Mereka tidak menggunakan teknik penjemuran khusus. Mustofa dkk hanya menggunakan atap asbes WC umum sebagai tempat menjemur.

Walaupun peralatan, bahan, dan teknik pembuatannya dilakukan secara sederhana, kertas daur ulang yang dihasilkan Mustofa dan kawan-kawannya tergolong cukup berkualitas. Hasil olahan kertasnya sudah sejak beberapa tahun belakangan digunakan pengelola Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) untuk mencetak sejumlah surat undangan, kop surat, hingga kartu nama. "Selain ada pemesanan dari pihak Ancol, kami juga sudah mendapatkan pesanan dari sejumlah menteri dan gubernur," kata Mustofa.

Kepala Departemen Corporate Plan TIJA YJ Harwanto menjelaskan, pihaknya akan terus mendukung warga yang ikut mengembangkan misi sosial dan pelestarian lingkungan. [Yeremia Sukoyo]



Post Date : 11 Mei 2009