Menangguk Dolar dari Botol Bekas

Sumber:Media Indonesia - 22 Januari 2010
Kategori:Sampah Jakarta

PAGI itu, suara mesin pencacah botol plastik seolah berpacu dengan bunyi air hujan yang jatuh di atas genting. Di tengah riuh rendahnya suara mesin dan air hujan, jari jemari Atun, 47, dan lima orang rekannya lincah memilah cacahan plastik yang keluar dari mesin.

Cacahan plastik itu berasal dari botol bekas kemasan air minum yang telah melalui proses pemoton gan, pencucian, dan pengeringan. Proses pencucian dan pengeringan dilakukan oleh Martono, 18.

Pekerjaan memilah dan member sihkan cacahan plastik memung kinkan Atun dan Martono menda patkan gaji Rp150 ribu-Rp250 ribu per minggu dari si pemilik usaha, Mohammad Baedowy.

"Saya dulu auditor di The Royal Bank of Scotland. Pada 2000 meng undurkan diri dan membangun usaha pengolahan sampah plastik," kata Baedowy kepada Media Indo nesia di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/1).

Dengan berbekal modal Rp50 juta dari uang tabungan, ia memulai usaha pengolahan sampah plastik, Majestic Buana. Dengan modal tersebut, ia membeli sebuah mesin penggilingan dan sebuah mobil pikap. Dengan dibantu seorang karyawan, dia menerapkan sistem jemput bola.

Setiap hari, mereka berkeliling ke lapak-lapak pemulung yang ada di Cikampek, Rawamangun, dan Pulo Gadung. Pilihannya ternyata tidak keliru. Bisnisnya berkembang pesat. Omzetnya kini sudah mencapai Rp1,8 miliar per tahun.

Ia juga sudah dapat memproduksi mesin pencacah sehingga tidak perlu membeli lagi dari produsen lain. Selain dipakai sendiri, mesin buatannya juga dijual kepada mitra yang berminat. Penjualan mesin capan itu dilengkapi pula dengan jasa pemasangan dan pelatihan di lokasi mitranya.

Hingga saat ini, Majestic Buana telah membina lebih dari 60 partner yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dengan modal sebesar Rp48,5 juta Rp70,5 juta, partner bisa memper oleh untung minimal Rp4 juta per bulan. Selain memberi pelatihan, perusahaan itu juga menampung cacahan plastik yang dihasilkan mitra-mitra bisnisnya.

"Di Indonesia banyak orang yang ingin berbisnis, tapi tidak tahu bagaimana cara memasarkan produknya," kata Baedowy yang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka, Malang, itu.

Dari mitra-mitra bisnisnya, Majestic Buana menerima sekitar 1 kontainer atau 20 ton cacahan plastik. Sebaliknya, Majestic Buana yang fokus pada pengolahan botol minuman dalam kemasan memproduksi 5-6 ton cacahan plastik per minggu.

Jumlah tersebut, menurut Baedowy, masih jauh di bawah permintaan pasar ekspor. Artinya, peluang untuk mengekspor cacahan plastik masih terbuka lebar. Yang menjadi problem, suplainya tidak banyak. Selain itu, tidak semua suplai berkualitas tinggi.

Dalam menjalankan bisnisnya, Baedowy terbilang jeli membaca peluang. Untuk pasar ekspor, ia hanya mengirim cacahan plastik. Oleh pembelinya, cacahan tersebut diolah menjadi benang poliester.

Untuk pasar domestik, Majestic Buana memasarkan biji plastik dan lakop (ujung sapu ijuk). Bisnis yang dijalankan Baedowy tidak hanya menguntungkan Majestic Buana dan para mitranya. Penduduk yang tinggal di sekitar pabrik juga mendapatkan manfaatnya. (Noy/S-7)



Post Date : 22 Januari 2010