|
Jambi (ANTARA Jambi) - Seluas dua juta hektare hutan di Jambi dinilai semakin menurun kualitasnya akibat alih fungsi hutan yang terus berlanjut dan keberadaan hutan hanya tinggal dalam spot kawasan lindung dan konservasi. Bahkan, kawasan hutan yang tersisa kini tidak lagi alami akibat banyak terjadi pembalakan liar dan perambahan. Padahal hutan sangat penting dipertahankan untuk menjamin berlangsungnya sistem kehidupan, kata Rudi Syaf, Manager Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi di Jambi, Selasa. Sebenarnya fungsi hutan adalah mengatur tata hidrologi. Tanpa hutan yang baik, kekeringan pada musim kemarau dan banjir serta longsor di musim hujan akan sangat mudah terjadi. Bukti lain yang terjadi di Jambi, sungai-sungai sudah tidak mampu lagi untuk menampung air hujan, sehingga meluap dan menggenangi pemukiman dan persawahan. "Saat kemarau kita bisa melihat bagaimana masyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih, suplai PDAM di daerah ini sering mati, akibat kekurangan pasokan bahan baku air dan sumur-sumur warga menjadi kering," katanya. Tidak itu saja, belakangan ini konflik dengan satwa sudah semakin tinggi, harimau memangsa manusia dalam jumlah banyak. Berdasarkan data yang dihimpun KKI Warsi sejak empat tahun belakangan sudah ada 11 orang warga yang tewas diterkam harimau, dan beberapa orang lainnya mengalami luka serius. Hal itu membuktikan, sudah terjadi ketidak seimbangan dalam pengelolaan sumber daya alam. Melihat kondisi ini menjadi sangat penting untuk memproteksi kawasan hutan tersisa, baik statusnya lindung atau pun hutan produksi. "Posisinya di wilayah hulu menjadikan Bujang Raba sebagai mata air yang membentuk pola aliran dendritik (menyerupai serabut akar pohon), yang mengalir ke sungai utama hilirnya," katanya. Ada tiga sungai yang berhulu di wilayah ini, yaitu Sungai Batangbungo, Sungai Batang Senamat dan Sungai Batang Pelepat dari Sub DAS Batang Tebo dalam ekosistem DAS Batanghari," jelasnya. Dengan kondisi itu, menjadikan Bujang Raba memegang peranan penting dalam sistem hidro-orologi dalam mengatur tata air dan pengendali erosi. Kawasan ini dinilai menyimpan potensi keanekaragaman hayati bernilai sosial-ekonomi dan sosial budaya tinggi bagi masyarakat setempat. Ke depan harus ada skema pengelolaan kawasan ekositem Bujang Raba yang saling terintegrasi dan berkelanjutan, mengingat kondisi ekosistem Bujang Raba seluas 109 ribu hektare, terdiri dari hutan lindung, hutan adat, areal pemanfaatan lain, hutan tanaman industri, perkebunan sawit skala besar serta agroforest karet," tambahnya. (Ant) Post Date : 14 Agustus 2012 |