|
Sampah kerap menjadi persoalan di Jakarta. Tumpukan sampah lebih banyak dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir. Pengolahan sampah belum banyak dikerjakan untuk mengurangi sampah yang terkumpul di tempat pembuangan akhir. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari menjadi salah satu tempat yang mengolah aneka sampah yang masuk menjadi berbagai hal. Sedikitnya ada empat hal dari sampah yang masuk dan bisa diolah di TPST ini. Pertama, sampah yang mudah membusuk, seperti sisa makanan, sayur, dan daun. Kedua, busa sintetis (styrofoam) yang dipisahkan untuk diambil oleh pabrik pengolahan bahan busa sintetis. Ketiga, sampah plastik kemasan cairan isi ulang. Sampah plastik jenis ini tidak mudah terurai dan tidak memiliki nilai ekonomis sehingga tidak dipungut oleh pemulung untuk dijual. Di TPST ini, sampah model ini diolah menjadi kerajinan, seperti tas, dompet, dan wadah lainnya. Adapun jenis sampah bernilai ekonomis adalah botol kaca, kemasan plastik bekas air minum, dan aneka wadah lain. Sampah jenis ini bisa dijual untuk didaur ulang oleh pabrik tertentu. Pemisahan sampah, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Dini Trisyanti, belum menjadi kebiasaan warga. Salah satunya karena pengangkutan sampah dilakukan bersamaan dalam satu kendaraan. Selanjutnya, sampah dikirim ke tempat pembuangan akhir. ”Kami juga harus memisahkan sampah yang masuk ke TPST ini menjadi empat jenis tersebut,” ujar Dini. Dalam sehari ada 3-4 ton sampah yang masuk ke TPST. Dari jumlah itu, 70 persen diantaranya bisa terolah dalam empat kelompok sampah itu. TPST ini juga menjadi tempat pembuktian plastik yang disebut mudah terurai. Kantong plastik yang terbuat dari singkong atau bahan kimia yang mudah terurai dipendam dalam tumpukan sampah mudah terurai lainnya. Dalam kurun 2-4 bulan, kantong plastik itu seharusnya sudah terurai. Selain itu, ada pula kantong plastik yang dijemur untuk membuktikan bahwa jenis kantong plastik ini mudah lapuk bila terkena panas matahari. Ketua Umum InSWA Sri Bebassari mengatakan, pihaknya sudah memberikan sertifikat kepada dua perusahaan pembuat kantong plastik ramah lingkungan yang mudah terurai. Kantong plastik jenis ini sudah digunakan lebih dari 95 persen perusahaan ritel modern di Indonesia. ”Kami juga mengampanyekan agar perusahaan ikut bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan dari produk mereka,” ujar Sri. Sebenarnya, tanggung jawab produsen atas sampah mereka ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012. Selain itu, peraturan juga mengharuskan masyarakat mengolah sampah yang dihasilkan. Namun, proses untuk melibatkan peran serta seluruh pihak harus didukung dengan insentif dan disinsentif dari pemerintah. Insentif bagi yang mengerjakan pengolahan sampah dan disinsentif untuk yang tidak peduli terhadap sampah. Mereka ini yang harus dipikirkan pemerintah untuk mengurai persoalan sampah yang kian menumpuk. Karena itu, kesadaran untuk mengolah sampah seharusnya semakin luas. Jika kesadaran ini sudah jamak di masyarakat, seharusnya tidak sulit untuk mengolah sampah di Jakarta yang jumlahnya kian banyak. Selain itu, sungai juga seharusnya kian bersih karena orang bisa memanfaatkan sampah yang dihasilkan dari rumah, toko, perusahaan, atau restoran. (ART) Post Date : 31 Desember 2012 |