|
Air hanya nyala kalau malam hari, jam 01.00-03.00 pagi. Setelah itu, mati lagi. Yang nyala juga hanya keran meteran di depan (rumah) sehingga harus diangkut lagi pakai ember. Dan, tidak semua keran tetangga itu nyala," ujar Mufti (40), warga Perumnas, Kota Cirebon. Karena debit air yang mengalir sangat kecil, tidak semua warga di satu gang bisa menikmati air bersih yang mereka bayar tiap bulan ke PDAM Kota Cirebon. Akibatnya, kata Mufti, tetangga yang kerannya tidak mengucurkan air terpaksa minta dan nebeng air ke tetangga kanan dan kiri. Kondisi kekurangan air itu sudah berlangsung setelah Lebaran dan mencapai puncak krisis pekan lalu. "Kampung kalau malam jadi ramai karena tetangga begadang sampai jam 03.00 pagi menunggui air nyala," kata lelaki yang bekerja di agen periklanan ini. Kekurangan air bersih juga dialami setengah dari penduduk Kota Cirebon, terutama yang tinggal di wilayah selatan dan dataran yang lebih tinggi. Tak jarang warga Kota Cirebon harus meminta air kepada saudara atau kerabat yang tidak mengalami kesulitan. Bahkan, banyak yang rela membuat sumur agar bisa menikmati air bersih. Buntut dari krisis air, ratusan warga berdemo meminta PDAM dan Pemkot Cirebon tanggap terhadap penderitaan mereka. Seperti warga Perumnas dan Taman Nuansa Majasem, mereka berunjuk rasa ke Kantor PDAM, Balaikota, dan Gedung DPRD Kota Cirebon serta mengancam tidak akan membayar tagihan airnya. Hasilnya cukup manis. "Sejak hari Senin, air sudah mulai mengalir lagi," ujar Mufti senang. Kini, warga Kota Cirebon mungkin bisa tidur dengan nyenyak karena masalah kekurangan air yang jadi momok selama dua tahun terakhir menjadi prioritas masalah yang harus diselesaikan Pemkot. Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Dahrin Syahrir mengatakan, mendapatkan pelayanan terbaik dari PDAM sudah menjadi hak warga yang secara rutin membayar tagihan air. Pemeliharaan lingkungan Masalah kesulitan mendapatkan air bersih tidak hanya berpangkal pada masalah pasokan dan pendistribusian air di PDAM. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat kekurangan air bersih. Salah satunya adalah banyak sumber mata air hilang dan gundulnya lahan yang berakibat tidak mampu menahan run-off air hujan. Yoyon Suharyono, Ketua YBLH, mengatakan, yang bertanggung jawab atas ketersediaan air bersih adalah semua pihak tanpa terkecuali, khususnya masyarakat yang tidak peduli dengan lingkungannya. "Masih banyak orang yang menggunakan dan membuang-buang air seenaknya," ujar Yoyon. Demikian pula dengan pemeliharaan lingkungan di hulu, yaitu sumber mata air di bantaran sungai, sampai hilirnya di kawasan pantai. Cara termudah adalah menanam pohon sehingga nanti akan muncul mata air. Namun, dari semua itu, profesionalisme sebuah perusahaan yang mengelola hajat hidup orang banyak juga dipertaruhkan. Sebab, pada tahun 2005, data menunjukkan bahwa 20 PDAM di Jawa Barat ternyata mengalami kebocoran nonteknis sampai 30 persen. Jadi, siapa yang harus berbenah? (Timbuktu Harthana) Post Date : 12 November 2008 |