Memilah Sampah, Berhadiah Sebutir Telur

Sumber:Pikiran Rakyat - 22 Desember 2009
Kategori:Sampah Luar Jakarta

DI mana ada kemauan, pasti ada jalan. Pepatah ini tecermin jelas dalam kehidupan Oom Rosliawati (60), seorang perempuan, ibu, dan juga aktivis lingkungan. Ketika banyak orang memilih untuk menyalahkan keadaan atau keteledoran pemerintah atas masalah sampah, Oom mengambil tindakan dengan menjalankan sistem pengomposan di lingkungan tempat tinggalnya.

Oom memang bukan perempuan biasa. Di usianya yang sudah lebih dari setengah abad, dia dipercaya menjadi Ketua RT 5 RW 2, Kp. Sukaresmi, Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara. Saat melihat lingkungannya terkepung sampah pascalongsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah pada 2005, Oom memutar otak mencari jalan untuk mengelola sampah. Setelah tanya sana-sini, dia kemudian memutuskan untuk melakukan pengomposan.

Menjalankan rencana ini ternyata tidak mudah. Kebutaan masyarakat tentang pengomposan memaksa Oom untuk melakukan semua tahap pengomposan seorang diri. Setiap dua hari sekali, perempuan berperawakan kecil berjalan dari rumah ke rumah di RT 5 untuk mengangkut 30 kilogram sampah dan memilahnya menjadi kelompok sampah organik dan anorganik. Sampah organik kemudian dia olah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik seperti plastik dia daur ulang atau ubah menjadi berbagai kerajinan tangan.

Sampah organik seberat 30 kilogram itu bisa menjadi kompos seberat 1,5 kilogram setelah melalui proses selama satu bulan. Artinya, jika dalam sebulan Oom mengangkut sampah sebanyak 15 kali dengan berat masing-masing 30 kilogram maka dia dapat menghasilkan 25 kilogram kompos. Pemilik usaha tambal ban ini kemudian menjualnya seharga Rp 2.000,00 per kilogram.

"Saya juga memajang tanaman obat dan hias yang diberi kompos buatan saya di kios tambal ban. Jadi orang yang lihat akan bertanya, ini pupuknya pake apa. Nah, nanti saya kasih tahu kalau saya bikin dan jual kompos sendiri," ucapnya seraya tersenyum.

Setelah beberapa waktu mengandalkan diri sendiri untuk menyelamatkan lingkungannya, Oom akhirnya menemukan cara untuk menggerakkan warga dalam kegiatan pengomposan. Dia sengaja memilah sampah di depan rumah warga supaya mereka melihat kesulitan dan waktu yang harus dia habiskan untuk itu. Lambat laun, sejumlah warga kemudian setuju untuk memilah sampah mereka sendiri. Keluarga yang pemilahan sampahnya dinilai bagus akan mendapatkan hadiah sebutir telur dari Oom.

"Kesulitan sosialisasi itu ke warga yang kemampuan ekonominya menengah ke bawah. Soalnya mereka itu jarang masak, dan kalau ada sampah enggak tahu kenapa selalu disatuin. Tapi karena jumlahnya sedikit, saya enggak keberatan untuk memilah sampah mereka," katanya.

Upaya Oom akhirnya membuahkan hasil. Lingkungan RT 5 RW 2 tempat tinggalnya kini tampak asri dengan tanaman hijau di sepanjang jalan masuk Kp. Sukaresmi. Penduduk di sana tak lagi mengandalkan pengangkut sampah untuk mengurus sampah rumah tangganya.

Pada 2006, bersama ibu-ibu PKK RT 5 RW 2, Oom membentuk Kelompok Pelaku Pengompos di kantor Posyandu. Bantuan dari berbagai pihak terus mengalir untuk mendukung kegiatan Kelompok Pelaku Pengompos itu.

Semuanya berkat niat baik dan kerja keras yang dipelopori oleh Oom Rosliawati, seorang perempuan, seorang ibu, seorang aktivis lingkungan, dan seorang yang telah berbuat sesuatu untuk masa depan generasi bangsa. (Lia Marlia/"PR")



Post Date : 22 Desember 2009