|
SAMPAH bermanfaat, uang pun mudah didapat. Filosofi itu dianut sejumlah kader PKK di RW 15 dan RW 20 Kel. Tamansari Kec. Bandung Wetan. Mereka mengelola sampah rumah tangga yang diproduksi sehari-hari menjadi barang yang berguna. Ditemui Rabu (14/11), mereka sedang menganyam bungkus-bungkus bekas kemasan kopi menjadi tas. Tangan-tangan terampil itu terus bekerja sambil mengisi waktu mereka setelah mengurusi kebutuhan dapurnya. Pada mulanya, sebagian besar masyarakat Tamansari membuang sampah langsung ke Sungai Cikapundung di depan rumah mereka. Namun, bertumpuknya sampah di Kota Bandung yang terjadi pada 2005 menjadi pemicu masyarakat sekitar Tamansari untuk mengelola sampah. Pengetahuan 3 R, reduce (mengurangi)-re-use (menggunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang), menjadi dasar pengelolaan sampah berbasis masyarakat di kawasan tersebut. Namun, itu harus diawali dengan kegiatan memilah sampah dari sumbernya menjadi sampah organik, nonorganik, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun). Untuk tiap bahan disediakan bak sampah tersendiri, sehingga warga yang sebelumnya sudah diberi penerangan dan buku panduan tinggal memasukkan bahan yang bersangkutan ke bak khusus. Tidak dicampur aduk seperti sampah rumah tangga "primitif" sebelumnya. Iyom Rohaeni (54), warga setempat mengatakan, kegiatan itu sudah dijalani 6 bulan lalu. Awalnya, masyarakat juga ragu dan sedikit merendahkan nilai sampah yang akan diolah. Namun, berbekal keyakinan kami terus berusaha membuat produk-produk dengan memanfaatkan dan menyalurkan keterampilan yang dimiliki warga, katanya. Sampah organik disatukan untuk dibuat kompos, sedangkan sampah nonorganik disatukan untuk dibuat kerajinan. Sampah nonorganik tersebut disulap menjadi sejumlah produk yang memiliki daya guna lebih di antaranya tas, keranjang buah, gantungan lampu, bunga plastik, dan taplak meja. Untuk satu tas kecil, dibutuhkan 50 bungkus bekas kopi atau bekas mi instan. Produk-produk tersebut dipatok harga Rp 20.000,00- Rp 50.000,00 tergantung banyaknya bahan baku yang dibutuhkan dan tingkat kesulitan saat pembuatannya. Jangan dilihat dari harganya, tapi dari nilai tambah sampah yang ternyata bisa dimanfaatkan lagi, ujarnya. Menurut Community-based Water and Sanitation Specialist Enviromental Services Programme (ESP) USAID Selviana Hehanusa, sampah di kawasan Tamansari bisa berkurang 60% dengan pengelolaan. Kegiatan ini juga secara nyata memengaruhi tingkat pembuangan sampah ke Sungai Cikapundung, bahkan menunjukkan peningkatan kondisi air secara fisik dari pencemaran sampah padat, katanya. Jika pengelolaan sampah bisa dilakukan sejak dari skala rumah tangga, akan mampu mengubah gaya hidup masyarakat Kota Bandung secara keseluruhan. Jika kegiatan pengelolaan sampah dimulai dari hal paling kecil, tentunya kehadiran sampah di tengah-tengah kita tidak lagi meresahkan, tetapi justru menjadi sumber rezeki bagi masyarakat. (Ririn N.F./PR) Post Date : 15 November 2007 |