|
Jakarta, Kompas - Teknologi yang relatif tidak dikembangkan sebagai bagian dari manajemen banjir saat ini di antaranya memanen air hujan. Air hujan yang telah mendatangkan banjir bertubi-tubi hanya dihadapi sebagai bencana atau dampak perubahan iklim. ”Pemanenan air hujan itu dalam konteks pemanfaatan secara berkelanjutan untuk kepentingan air bersih dan sistem pertanian,” kata Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Setyo S Moersidik pada seminar Economix 2008 yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi UI, Rabu (20/2) di Jakarta. Setyo didampingi pembicara lainnya, Staf Khusus Kementerian Negara Lingkungan Hidup Amanda Katili dan Direktur Program Iklim dan Energi World Wildlife Fund for Nature (WWF) Fitrian Ardiansyah, pada sesi pertama seminar tersebut. Menurut Setyo, banjir membawa dampak paling nyata pada aspek ekonomi. Di satu sisi, banjir menimbulkan kerawanan pangan akibat gagal panen, kemudian di sisi lain banjir merusak infrastruktur yang pada akhirnya mematikan sistem distribusi pangan. Tindakan paling mendasar yang dibutuhkan saat ini adalah menyelaraskan konsep ancaman akibat perubahan iklim pada penetapan ruang dan fungsi lahan. Terowongan bawah tanah Teknologi memanen air hujan sempat menjadi wacana di Jakarta sejak banjir pada 2007 berupa pembuatan terowongan bawah tanah multifungsi (untuk jalan tol dan pengolahan air minum serta air limbah perkotaan). Namun, sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Fitrian mengungkapkan, dalam situasi negara yang sedang berkembang dan terus membangun infrastruktur, saat ini yang lebih dibutuhkan adalah perencanaan pembangunan yang mampu mengintegrasikan investasi dengan teknologi berkelanjutan. ”Tak ada manfaatnya jika teknologi berkelanjutan seperti upaya memanen air hujan itu dikembangkan tetapi masih diikuti kebijakan pembukaan lahan secara terus-menerus. Seperti kebijakan yang menyewakan hutan lindung untuk pertambangan dan sebagainya,” kata Fitrian. Amanda Katili mengemukakan hasil-hasil yang disepakati pada Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim Ke-13 di Bali pada Desember 2007. Setidaknya, dari agenda tersebut sudah ditindaklanjuti Indonesia dengan melaksanakan Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim. (NAW) Post Date : 21 Februari 2008 |