|
Tak Ingin Jadi Sampah Masyarakat, Mengurusi Sampah secara Sukarela
HAMPIR setiap hari tujuh anggota Kompas senantiasa berkeliling desa. Mengambil setiap sampah yang ada di lingkungannya. Baik sampah kering maupun basah. Baik sampah organik maupun nonorganik. Sampah-sampah tersebut kemudian mereka kumpulkan di ujung desa pada suatu tempat berupa bangunan semi permanen. Layaknya depo sampah yang mudah dijumpai di sudut-sudut kota. Aktivitas anggota Kompas jelas lebih berat dari anggota kebersihan pada umumnya. Termasuk juga bila dibandingkan dengan pemulung. Maklum, di desa belum ada bak atau tong sampah yang terpaku di depan rumah setiap warga. Sehingga mereka harus mengambil sampah satu persatu yang berceceran. Pada halaman rumah atau pun jalanan desa. Kalau toh terkumpul, sampah hanya berada dalam kubangan-kubangan. Sehingga mereka harus bekerja ekstra untuk mengambil sampahnya. Berbeda dengan di perkotaan yang untuk mengambil sampah keluarga petugas kebersihan ataupun pemulung cukup menuang dari bak/tong sampah yang ada. Apalagi, atas pekerjaan tersebut, anggota Kompas tidak memungut upah dari warga. Mereka juga tidak menjual barang-barang dari sampah yang didapatkannya. Sebagaimana yang dilakukan para pemulung. "Kita bukan pemulung, kita juga bukan pengepul sampah, kita murni bekerja untuk lingkungan dan masyarakat," ujar Sutikno, ketua Kompas. Lantas, dari mana mereka memperoleh penghasilan untuk menghidupi diri dan keluarga. "Masing-masing anggota punya pekerjaan sendiri-sendiri, ada yang bertani seperti saya dan sebagainya," terangnya. Saat ditanya pertimbangan melakukan hal tersebut, dia tidak menjawab banyak. Ia hanya mengalunkan lagu almarhum Gombloh. "Lestari alamku, lestari desaku, dimana tuhanku menitipkan aku, nyanyi bocah-bocah di kala purnama, nyanyikan pujaan untuk nusa, damai saudaraku suburlah bumiku, kuingat ibuku dongengkan cerita, kisah tentang jaya nusantara lama, tentram kartaraharja di sana...." Aktivitas Kompas dilatarbelakangi keprihatinan atas semakin banyaknya sampah di wilayah tersebut. Seiring dengan bertambahnya hunian dan villa. Sehingga berdampak pada keasrian dan kesejukan wilayah Trawas. Padahal karena kondisi alam yang terjaga itulah Trawas menjadi jujukan warga luar kota untuk melepas penat. "Karena itu kita ingin mempertahankan kondisi Trawas agar tetap asri dan layak sebagai tempat rekreasi," terangnya. Sutikno mengaku ingin terus mengembangkan aktivitasnya. Bukan hanya mengambil sampah warga tetapi juga hotel serta villa yang ada. Sampah yang terkumpul dikelola secara mandiri oleh para anggota Kompas. Khusus sampah organik ia jadikan kompos untuk pupuk tanaman-tanaman yang ada. Sementara sampah anorganiknya hingga saat ini masih sebatas dikumpulkan. "Beberapa pengepul sampah pernah ada yang menawar untuk membelinya, namun kita bertekad untuk mengelolanya sendiri," jelasnya. Sampai saat ini aktivitas Kompas masih murni untuk kepentingan lingkungan. Salah satunya untuk mengkampanyekan kepedulian lingkungan pada masyarakat. Khususnya dalam hal pengelolaan sampah. "Kita juga aktif kampanye pada warga agar lebih peduli pada sampah," terangnya. Kompas bertekad untuk terus mengembangkan kepeduliannya pada sampah. Untuk itu ke depan mereka akan mengembangkan pengelolaan sampah secara lebih komprehensif menuju pemberdayaan ekonomi. "Agar warga semakin peduli pada sampah saat ini kita sedang mengkaji untuk mengelola sampah secara mandiri sehingga dapat memberi kontribusi secara ekonomis bagi warga," terangnya. Sutikno sendiri mengaku punya alasan khusus bergabung dalam Kompas yang berdiri akhir tahun 2007 tersebut. Yakni lantaran ia tak ingin menjadi sampah di masyarakat. "Saya tidak ingin jadi sampah masyarakat, karena itu saya bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi warga, salah satunya dengan mengurusi sampah ini," papar bapak dua anak dari dua istri ini. Sutikno mengaku pernah menggeluti berbagai pekerjaan. Mulai dari menjadi tukang servis dan modifikasi motor, membuat sandal dan masuk jaringan gold quest. Namun semua usaha selalu gagal hingga akhirnya menjadi paranormal dan sempat dikucilkan warga. (yr) ROJIFUL MAMDUH, Mojokerto
Post Date : 26 Maret 2008 |