|
BANDUNG Sampah yang kembali menumpuk di seluruh pelosok Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), merupakan wujud ketidakmampuan pemerintah kota memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Menurut Ketua Yayasan Bina Konsumen Indonesia (YBKI) Ir Hermina Suyono Hadi, masyarakat sudah membayar retribusi pada pemerintah jadi masalah sampah harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, saat ini sampah di Kota Bandung menumpuk dan merugikan masyarakat. Karena sudah dirugikan, masyarakat bisa menggugat Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dengan melakukan class action. "Gugatan class action bisa dilakukan kalau masyarakat dirugikan misalnya sampah itu sudah membuat tidak nyaman, menyebarkan penyakit dan kerugian lainnya. Nantinya, class action itu berkaitan dengan ganti rugi," ujar Hermina, Jumat (5/5). Untuk mengajukan itu, Hermina menjelaskan masyarakat bisa saja diwakilkan oleh satu orang yang mengatasnamakan seluruh masyarakat. Kesulitan yang akan dihadapi dalam melakukan class action nanti, kemungkinan adalah membuat memori gugatan. Pasalnya, memori itu harus menghadirkan fakta bukan opini sehingga dibuat sedemikian rupa agar tujuannya bisa tercapai. "Masyarakat sangat bisa mengumpulkan data yang diperlukan. Masalahnya, tinggal siapa yang bisa merumuskan gugatan itu," katanya. Pasal Pembiaran Upaya lain bagi mereka yang merasa dirugikan, sambung Hermina bisa dilakukan adalah menggugat Pemkot Bandung dengan gugatan pembiaran. Pasal-pasal pembiaran itu, kata dia, ada di undang-undang hukum pidana yang bisa digunakan untuk pejabat yang tidak melakukan apa-apa sehingga merugikan masyarakat. "Bagaimana pun juga, karena masyarakat sudah membayar retribusi, Pemkot Bandung harus memikirkan bagaimana agar sampah itu tidak merugikan masyarakat. Harusnya pemerintah memiliki daya kreatif agar uang yang diterima bisa diolah dengan baik dan tidak membahayakan masyarakat," ujarnya. Banyak Tawaran Sementara itu, Bupati Bandung, Obar Sobarna, berkomitmen akan membantu Kota Cimahi dan Kota Bandung dalam menangani sampah. Hal itu tercapai dalam kesepakatan antara Bupati Bandung, Obar Sobarna; Wali Kota Bandung, Dada Rosada, dan Itoc Tochija. "Apa dengan kondisi sampah seperti sekarang ini saya tidak akan merespon?," ungkap Obar. Ia juga mengaku setiap hari datang ke lapangan yakni Kota Bandung dan Cimahi untuk mengetahui tingkat daruratnya. Namun sama seperti Dada dan Itoc, Obar pun merahasiakan lokasi TPA yang sekarang ini tengah diincar. Pasalnya, proses yang harus dilalui masih jauh. Wali Kota Bandung, Dada Rosada mengaku telah mendapatkan banyak tawaran tempat, yakni di daerah Sumedang, Garut, Kab Bandung, dan Cimahi. Untuk itu, dalam waktu dekat ini, pihaknya akan segera memutuskan lokasi mana yang akan digunakan. Persoalan sampah, kata Dada, bisa dikatakan musibah atau bencana, sehingga penanganannya harus cepat. Dada mengatakan, pembangunan pabrik pengolahan sampah oleh PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) harus atas seizin gubernur. Sebelumnya, ada dua pengembang yakni PT BRIL dan Umpan Jaya, sehingga membingungkan pembagian. Namun disepakati, jika dua pengembang ini jadi, maka pengelolaan sampah akan dibagi dua. Produksi sampah di Kota Bandung, kata Dada, sebanyak 2.500 ton. Pengelolaan sampah PT BRIL sebanyak 1.900 ton dan sisanya oleh pengembang lainnya. [ADI/W-8] Post Date : 06 Mei 2006 |