|
Jakarta, Kompas - Setelah mengalami penundaan selama lebih kurang satu bulan, menurut rencana Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bojong di Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, mulai dioperasikan awal Februari 2004. Padahal, sampai sekarang masyarakat masih keras menolak pengoperasian TPST. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Bogor meminta masyarakat ikut mengawasinya. Bila menyimpang dari kesepakatan, pihaknya berjanji akan menegur dan bila perlu menghentikan pengoperasian. "Sudah tidak ada alasan lagi bagi warga untuk menolak. Sebaiknya, beri kesempatan kepada pengelola untuk membuktikan. Bila pengolahan sampah tidak sesuai rencana dan menyimpang dari kesepakatan, kita bisa awasi bersama-sama. Kalau memang sudah tidak bisa diharapkan lagi, bisa dihentikan," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Bogor Muhammad Sjahuri, Kamis (22/1). Menurut dia, hingga saat ini Pemkab Bogor tetap berpegang pada kesepakatan awal untuk mengadakan kerja sama dalam pengolahan sampah dengan PT Wira Gulfindo Sarana (sekarang dialihkan kepada anak perusahaannya, PT Wira Guna Sejahtera). Diharapkan, kerja sama pengolahan sampah dengan sistem bala press itu dapat mengawali upaya pengolahan sampah dengan teknologi tinggi di Jakarta dan sekitarnya. Menurut dia, hadirnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong banyak memberi keuntungan kepada warga. Salah satunya, mereka bisa bekerja di TPST sebagai tenaga pemilah. Mereka juga bisa menjadi pengepul sampah. "Mekanisme kerjanya saya belum tahu, apakah mereka akan digaji atau sampah hasil pilahannya dibeli TPST," kata Sjahuri. Pada kesempatan berbeda, Solid Waste Management dan Technology Researcher BPPT Sri Bebassari menyatakan, setiap warga mesti dapat mengolah sampah rumah tangganya menjadi kompos. Hal itu dikatakannya dalam kunjungannya ke kampung percontohan di Jalan Banjarsari RW 08, Cilandak, Jakarta Selatan, bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Selasa lalu. Sri berharap, cara ini menjadi alternatif untuk mengatasi penumpukan sampah skala rumah tangga. Sebab, proses pengomposan dapat dilakukan secara sederhana. Dalam sistem pengelolaan ini, sampah dapur dikumpulkan di toples atau kaleng bekas yang dasarnya telah diisi pasir. Kemudian, berturut-turut dimasukkan secara berlapis, sampah dapur, tanah, dan kapur pertanian. Proses itu diulang hingga toples penuh. Toples yang telah penuh dibiarkan selama 10-15 hari. Dikepung sampah Dari Bogor dilaporkan, sampah basah berbau busuk dari pedagang kaki lima semakin mengotori Pasar Bogor yang bersebelahan dengan Kebun Raya Bogor. Dalam tiga tahun terakhir, ribuan PKL semakin bebas berjualan di seluruh jalan raya, trotoar, pintu masuk, dan halaman pertokoan. Gunungan sampah terlihat teronggok di sisi pasar dekat pintu masuk di Jalan Otista. Sampah sayur-mayur serta jalan becek dan berlubang membuat Pasar Bogor yang dahulu tertib dan teratur menjadi semrawut. (MAS/K05/ONG) Post Date : 23 Januari 2004 |