Masalah Sampah Terbentur Perilaku Masyarakat

Sumber:Media Indonesia - 11 Juni 2007
Kategori:Sampah Jakarta
PENDUDUK Indonesia yang jumlahnya telah tumbuh menjadi terbesar keempat dunia ternyata masih minim dalam melahirkan kesadaran mengolah sampah mereka. Segala terobosan tercetus, namun sampah tetap saja belum punya solusi. Sulitkah masyarakat kita menanggalkan kebiasaan 'nyampah'?

Upaya mengurai persoalan sampah di tanah air, merupakan bagian tugas Departemen Pekerjaan Umum, dan itu dipercayakan kepada Susmono untuk menjadi nakhodanya. Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman tersebut menggarisbawahi pentingnya upaya membatasi, mengguna ulang, dan mendaur ulang sampah (reduce, reuse, recycle/3R) yang ditargetkan mengurangi 20% sampah Indonesia pada 2010, meskipun saat ini baru 1% sampah yang dapat dimanfaatkan.

Padahal, 3R sudah dicontohkan Departemen PU sejak pelita V. "Selama ini masalah sampah selalu terbentur masalah perilaku," kata Susmono kepada Media Indonesia, pekan lalu.

Wajar saja, meski solusi teknis melimpah ibarat nasi padang, candanya, sampah masih saja menumpuk di mana-mana. Tahun ini, 3R digalakkan kembali. Sayang, belum mendapat sambutan semua provinsi. Baru 25 provinsi dan 44 kota yang menyatakan komitmen.

Upaya lain yang tidak kalah pentingnya ialah penanganan TPA (tempat pembuangan akhir) melalui sistem sanitary landfill atau pengomposan dengan menimbun sampah berlapis-lapis dengan tanah. Sistem itu sudah lama dikembangkan Departemen PU, salah satunya di Leuwigajah, Cimahi. Namun, longsor yang terjadi berulang kali dan memakan korban jiwa tersebut menyadarkan semua masyarakat bahwa ada yang salah dengan pengelolaan.

Susmono yang juga bergerak dalam berbagai organisasi lingkungan itu mengaku khawatir karena sistem yang sudah direncanakan tersebut telah berubah menjadi penumpukan sampah secara terbuka (open dumping). Selain penyumbang karbon perubahan iklim ke udara, penumpukan secara terbuka dan sampah yang membusuk mengotori air bawah tanah.

Karenanya, mulai tahun ini pihaknya secara tegas mensyaratkan agar digunakan biomembrane untuk mencegah rembesan air lindi ke tanah di semua TPA. "Itu bagian dari upaya kita untuk save our water. Bukan saja lama, melainkan mengolah air tanah yang sudah tercemar seperti mengolah air limbah," ujarnya.

Menurut Susmono, jika tahun depan UU Sampah disahkan DPR, Indonesia butuh lebih dari lima tahun untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang sampah.

Mengubah perilaku sebenarnya tidak butuh waktu lama jika semua lapisan masyarakat mau bergerak, habis-habisan, dan mendorong semangat untuk memprioritaskan yang miskin dan prioritas lingkungan.

Indonesia bisa mereplikasi kesuksesan Malaysia yang hanya butuh kurang dari 5 tahun untuk mengedukasi masyarakat mereka. Atau Singapura yang dengan aturan keras hanya butuh 1 tahun.

Sambil menunggu RUU Sampah selesai, Departemen PU, saat ini, mulai mengarahkan pengelolaan sampah ke R yang keempat, yaitu revitalisasi. Sebuah proyek percontohan TPA sedang disiapkan di Bangli, Bali. Pengelolaan sanitary landfill tersebut akan dipakai untuk melahirkan modul tetap TPA di Indonesia dalam kurun 3-4 tahun mendatang.

Perilaku mengolah sampah memang lama tidak diwariskan. Kesadaran itu juga tidak lahir secara besar-besaran saat reformasi bergulir. Namun kini, saatnya semua lapisan untuk bangkit. Menyelesaikan masalah sampah yang kian merugikan lingkungan sendiri. (Clara/X-8).



Post Date : 11 Juni 2007