jakarta, kompas - Hingga pertengahan Desember ini, masalah sampah genap satu tahun membelit Tangerang Selatan.
Pemekaran Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang terlepas dari Kabupaten Tangerang berimbas pada putusnya kerja sama penanganan sampah. Sejak Januari 2010, sampah dari Kota Tangerang Selatan tak boleh lagi dibuang di Jatiwaringin, Mauk, Kabupaten Tangerang. Sebanyak 40 armada bantuan pengangkut sampah pun ditarik oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Untuk menangani masalah sampah, Penjabat Wali Kota Tangerang Selatan Eutik Suarta mengatakan, sejauh ini masih dilakukan sendiri oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman.
”Sejauh ini, selama dua tahun, sejak Kota Tangerang Selatan dimekarkan dari kabupaten, belum ada pihak ketiga yang ikut terlibat dalam penanganan masalah sampah,” katanya kepada Kompas, Rabu (15/12) malam.
Menurut Eutik, sejumlah perusahaan dari dalam dan luar negeri telah menyatakan ketertarikannya mengolah sampah, tetapi pihaknya belum memberikan keputusan.
”Memutuskan itu tidak gampang dan butuh waktu, serta sejumlah pertimbangan. Sudah ada perusahaan dari Singapura yang menawarkan kerja sama, tetapi kami masih meminta agar perusahaan itu memiliki perizinan dari Indonesia,” ujarnya.
Secara terpisah, Penjabat Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Kota Tangerang Selatan Joko Suryanto mengatakan, permasalahan sampah yang masih membelit kota baru itu dikarenakan terbatasnya armada truk pengangkut sampah, personel petugas kebersihan, dan lahan pembuangan sampah.
”Sekarang yang kami miliki 9 armada truk pengangkut sampah. Tahun 2011 kami menganggarkan penambahan 15 armada truk pengangkut sampah dan 20 armada truk pengangkut sampah dari Provinsi Banten. Kami juga akan memperluas tempat pembuangan dan pengolahan sampah di Cipeucang, Serpong,” kata Eutik.
UU sampah
Menurut Direktur Pusat Pengembangan Riset Sampah Indonesia Sri Bebassari, Rabu, yang terjadi di Tangerang Selatan adalah akibat dari ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola sampah warganya.
”Bayangkan kalau setiap orang rata-rata membuang sampah 0,5 kilogram per hari. Dengan begitu banyak sampah, sayangnya Indonesia baru dua tahun lalu memiliki Undang-Undang Nomor 18 tentang Sampah. Itu pun belum ada peraturan pemerintah dan peraturan daerahnya,” kata Sri.
Sri menekankan, pengelolaan sampah juga bukan sekadar mengambil dan membuangnya ke tempat pembuangan akhir. Namun, ada lima aspek lainnya yang harus dipenuhi untuk mengelola sampah, yaitu hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi.
Dalam penjelasannya, Sri mengatakan, agar sampah tertangani dengan baik, butuh landasan hukum kuat. Selain itu, kerja sama antarinstansi, seperti pemerintah daerah, kepolisian, hingga pihak swasta, yang telah diberi kewenangan.
”Di beberapa negara, sampah langsung di bawah koordinasi 3 sampai 16 menteri. Makanya bisa bersih begitu,” kata Sri.
Ernan Rustiadi, Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor, mengatakan, kini setiap kota wajib mengusung program zero waste.
Kedua ahli tersebut sepakat, meski belum ada peraturan pemerintah atau peraturan daerah khusus sampah, seharusnya pemerintah daerah bisa menindaklanjuti aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam UU No 18/ 2008. Apalagi untuk sebuah kota baru seperti Tangerang Selatan, detail perencanaan penanganan sampah bisa lebih dimatangkan. Jangan sampai kota baru justru tumbuh menjadi kota pusat penyakit. (PIN/NEL)
Post Date : 16 Desember 2010
|