|
NUSA DUA(SINDO) Sehari menjelang penutupan UNFCCC,pembahasan mengenai insentif bagi hutan untuk menekan emisi karbon dari penggundulan dan kerusakan (REDD) masih kurang satu butir penting. Menurut Ketua Delegasi Indonesia Prof Emil Salim dalam jumpa pers di Nusa Dua,kemarin,semua butir perundingan REDD sudah disetujui peserta sidang, kecuali satu butir usulan. Kita tinggal menunggu satu butir usulan yang masih dibahas karena proposal itu baru dilakukan tadi malam, kata Emil. Masalah alih teknologi juga belum selesai disepakati terkait implikasi sumber pendanaan yang harus dipenuhi, tambah Emil. Emil Salim menegaskan, negara industri mendapat desakan untuk mendanai proyek-proyek alih teknologi ke negara-negara berkembang. Namun, tampaknya negara maju, terutama Amerika Serikat (AS), masih enggan menerima tanggung jawab tersebut.AS berdalih ada sejumlah masalah penting terkait hak kekayaan intelektual dalam proses alih teknologi yang belum disepakati bersama. Dalam perkembangan terakhir,Sekretaris Eksekutif UNFCCC Yvo de Boer, menyatakan adanya terobosan penting di bidang pendanaan. Dalam terobosan itu, Dana Lingkungan Global (GEF/Global Environmental Fund), badan keuangan bentukan UNFCCC, akan membuat satu program strategis baru yang mengkaji semua kebutuhan transfer teknologi negaranegara berkembang sesuai proposal yang mereka ajukan. Emil menjelaskan pembahasan carbon capture storage (CCS) yang telah disepakati dalam transfer teknologi belum tuntas. CCS merupakan teknologi untuk menangkap karbon dioksida di atmosfer dan disimpan ke dalam perut bumi. Teknologi CCS perlu disepakati lagi apakah akan masuk mekanisme pembangunan bersih (CDM) atau tidak, kata Emil. Menurut Emil, kemarin telah ada sejumlah kemajuan,meski ada yang harus disepakati tentang kerangka kerja jangka panjang dalam Bali Roadmap. Emil mengakui,dua hari terakhir merupakan masa-masa kritis perundingan. Ini merupakan hari yang krusial. Setiap pemain masih menyimpan sejumlah kartu dan belum memainkannya di meja, ungkap Emil. Emil menjelaskan, sebelas negara pemilik hutan hujan tropis atau F-11 telah mencapai kesimpulan penting.Mantan menteri lingkungan hidup itu menyatakan, para delegasi yang dipimpin Indonesia berupaya menyelesaikan isu reducing emission from deforestation and degradation (REDD). Hutan tak hanya menjadi penyerap karbon,tetapi juga habitat serta penyimpan air. Negara maju merespons positif dan akan ada sejumlah kerja sama bilateral,ungkap Emil. Secara terpisah, Menteri Kehutanan MS Kaban menegaskan, semua tipe hutan Indonesia harus mendapat kompensasi dalam skema REDD. Semua itu punya korelasi dalam pengurangan emisi dalam mencegah perubahan iklim, kata MS Kaban di sela pertemuan UNFCCC kemarin. Menurut Kaban,tidak hanya kompensasi dari kayunya yang memiliki keunggulan menyerap karbon, tetapi kompensasi hutan dari nonkayu seperti keanekaragaman hayati hingga kemampuan memelihara air juga harus diberi nilai. Kompensasi untuk nonkayu bisa berupa transfer teknologi dan kerja sama riset yang diakomodasi di dalam skema REDD, di bagian konservasi, ujarnya. Namun demikian, implementasinya sangat tergantung dari kerja sama multilateral dan bilateral. Kaban juga mengemukakan, Indonesia mendapat pujian atas keberhasilannya mengurangi degradasi hutan pada pertemuan antara negara-negara Forest-11 plus 18 negara pemilik hutan tropis lainnya dengan negara-negara maju seperti Jerman, Inggris, AS, dan Jepang di sela UNFCCC. (syarifudin) Post Date : 14 Desember 2007 |