|
MARKUS Likumahuwa dan keluarganya sudah bersiap-siap. Barang-barang yang bakal rusak kena air sudah dipindahkan ke loteng atas. Sama seperti tahun-tahun lalu, bagaimanapun banjir sebentar lagi datang. Bulan Januari hingga Maret 2005 ini, diperkirakan air yang tak diundang itu akan tiba. Walaupun Markus sudah meninggikan rumahnya di Tanjung Lengkong, Otista, Bidara Cina, Jakarta Timur, yang lantai satu biasanya akan digenangi air. "Yang paling parah waktu tahun 2002 lalu, air bisa sampai tiga meter. Kami harap kejadian itu tidak terulang," kata karyawan perusahaan swasta itu. Sementara Manda, yang berada di kawasan Kampung Melayu, persis di bantaran Kali Ciliwung, biasa saja. "Ya, memang sejak zaman baheula daerah sini banjir, ya mau apa lagi. Dari zaman ibu saya masih hidup dulu belum ada perubahan," katanya. Tidak ada barang-barang yang terlalu berharga untuk diselamatkan walau dia mengaku akan kesulitan bila harus membeli lagi. "Kursi kami dari plastik, televisi dan radio ya tinggal diangkut saja kalau banjir, begitu juga kasur dan bantal. Kalau lemari dan bufet ya memang sudah beberapa kali tergenang. Yang penting kami, keluarga saya, dan tetangga selamat semua," kata ibu rumah tangga itu berceloteh. Yati yang mengontrak di kawasan Jalan Arus, Cawang, juga hanya bisa pasrah bila banjir datang. Mengungsi sementara ke rumah teman dan kalau sudah reda balik lagi. Sedangkan, keluarga Rahmat sejak tahun 2002 lalu sudah tidak tinggal di Cipinang Muara. Trauma yang dialami putri tunggalnya sewaktu banjir dahsyat tahun 2002 lalu itu, membuat keluarga ini menjual rumahnya yang bernilai beberapa miliar rupiah itu dan pindah ke kawasan Bogor. Di kawasan Taman Duta, Depok, lain lagi ceritanya. Ada warga yang cuek ada pula yang berani mengeluarkan dana pribadi puluhan juta untuk menghadapi banjir. Kawasan perumahan yang dilalui Kali Maya ini memang langganan "banjir kiriman" dari Bogor. Bulan lalu, kali yang tengah meluap ini menelan korban jiwa seorang anak berusia enam tahun. Kadang kala, hujan pun tidak namun jalan utama di perumahan ini, termasuk di perumahan sekitarnya, Bukit Cengkeh, tergenang air sampai setinggi pinggang orang dewasa sehingga tidak bisa dilalui kendaraan. Sebagian rumah penduduk digenangi air, tapi sebagian rumah cukup tinggi sehingga air tidak masuk. Akan tetapi, kendaraan roda empat tidak bisa melintasi jalan perumahan sehingga harus diparkir di tempat yang aman. Meninggikan Jalan Karena itulah seorang warga, meninggikan jalan Taman Duta Timur dengan dana puluhan juta rupiah agar kendaraan-kendaraan di sekitarnya bisa masuk garasi rumah. Tentu saja, ini bukan jalan keluar bagi permasalahan utama. "Tapi mau nunggu sampai kapan? Sudah lebih dari 15 tahun daerah ini banjir terus. Kami tidak melihat tanda-tanda akan diperbaiki. Jangankan musim hujan, musim kemarau saja bila Bogor atau Puncak hujan terus-menerus daerah sini kebanjiran," kata Ny Jayahadi sedikit dongkol. Masalah banjir memang tak henti-hentinya menjadi momok bagi warga. Banjir merupakan bencana rutin bagi sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan tertentu. Tapi kini, masalah banjir merupakan persoalan semua orang. Termasuk orang-orang yang tinggal di perumahan mewah atau daerah elite. Lihat saja, di jalan-jalan utama di wilayah Jabodetabek banyak sekali yang rawan banjir atau tergenang air. Apabila curah hujan tinggi, bisa dipastikan jalanan akan tergenang air karena saluran-saluran mampet. Situasi ini pasti akan memacetkan jalanan dan merembet ke mana-mana. Tentu saja hal ini mengganggu kelancaran transportasi, bisnis, dan kehidupan warga. Bagaimanapun, banjir merupakan suatu peristiwa alam dan manusia maupun gabungan peristiwa keduanya yang mengakibatkan korban jiwa, kerusakan fisik, ekonomi, sosial maupun lingkungan. Banjir di DKI Jakarta dan daerah di sekitarnya, merupakan permasalahan yang kompleks dan terjadi tiap tahun. (Pembaruan/Alex Suban/R-8) Post Date : 05 Januari 2005 |