Mari Bersihkan Sampah Plastik...!

Sumber:Kompas - 28 Desember 2011
Kategori:Sampah Jakarta
Begitu melimpahnya sampah plastik di negeri ini, sampai-sampai keong makan sampah plastik. Tumpeng pun dibuat dari tumpukan sampah. Di mana-mana ada sampah plastik. Mulai dari sampah plastik yang menyembul di semak-semak, di jalanan, dipendam di tanah, hanyut terbawa arus air sungai, hingga yang dibiarkan bertebaran di sekitar permukiman.
 
Kondisi inilah yang mendorong rohaniwan Romo V Kirdjito Pr untuk berkampanye mengingatkan bahwa sampah adalah persoalan serius yang dihadapi negeri ini.
 
Momen perayaan Natal 2011 menjadi kesempatan untuk mengingatkan umat manusia tentang ancaman dari sampah plastik, yang jumlahnya makin tak terkendali.
 
Maka, pada misa malam Natal di Gereja Roh Kudus Kebonarum, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (24/12), hadirlah sebuah tumpeng dari sampah plastik berukuran raksasa dengan tinggi sekitar 1,5 meter dan diameter 3 meter. Di sekelilingnya, lauk-pauk yang melengkapinya juga dipenuhi dengan ratusan sampah plastik bekas kemasan air mineral, plastik kresek, hingga sampah elektronik seperti radio dan printer bekas. Di dekat tumpeng, ada seeekor keong yang juga berukuran raksasa, disusun dari kemasan detergen, pelembut pakaian, serta kemasan mi instan.
 
Tak cuma tumpeng, malam itu, halaman pasturan pun dipenuhi sampah plastik yang menjelma dalam aneka instalasi,
 
Romo Kirdjito yang juga Pastor Paroki Kebonarum, mengungkapkan, sampah-sampah tersebut dikumpulkan umat paroki dan warga setempat. Sampah itu diambil dari sungai dan selokan.
 
Ajakan Romo Kirdjito untuk mengumpulkan sampah plastik dari sungai dan selokan, menurut Sekretaris Dewan Paroki Kebonarum, Dwi Sulistiyanto, pada awalnya oleh sebagian besar umat dirasa sebagai sebuah keanehan. Bahkan ada yang menganggap ide memungut sampah plastik itu merupakan kegiatan yang ”mencari-cari pekerjaan” saja. Namun, setelah umat memahami tujuan dari kegiatan itu, semua akhirnya mendukung penuh ide tersebut.
 
”Pada awalnya, kami tidak percaya bisa melakukan ini, memungut sampah dari selokan dan sungai. Bisa dibayangkan kotor dan baunya seperti apa. Tetapi lama-lama kami menikmatinya,” ujar Dwi.
 
Setelah beberapa kali kerja bakti dilakukan, dan sampah ditumpuk di halaman pasturan, ternyata banyak warga setempat ikut ambil bagian. Mereka juga ikut ”menyetor” sampah hasil bersih-bersih di sungai dan selokan.
 
Yang menarik, gerakan mengumpulkan sampah tersebut ternyata sudah dimulai sejak 15 tahun lalu oleh seorang warga Desa Pluneng, Udi Prasojo (48). Ia dengan setia memunguti sampah plastik yang dibuang warga di sungai. Kebetulan rumahnya berada di pinggir sungai, sehingga ia merasa sangat marah ketika banyak orang membuang apa pun ke sungai.
 
”Saya sering bertemu dengan orang yang mau membuang sampah saat saya memungut sampah. Mereka bertanya, loh sampahnya dibersihkan toh? Lama-lama mungkin mereka merasa tidak enak. Tapi beberapa orang tetap membuang sampah di malam hari, saat tak ada orang yang melihat,” tutur Udi.
 
Menurut dia, masalah utama yang menyebabkan warga setempat membuang sampah di sungai adalah minimnya tempat sampah yang tersedia yang secara rutin diangkut untuk dikumpulkan di penampungan sampah. Ia pun sudah berkali-kali mengajukan pengadaan tempat sampah ke pemerintah di tingkat desa atau kecamatan, tetapi selalu tidak disetujui.
 
Seniman dari Desa Nglinggi, Kecamatan Klaten Selatan, Mbah Bimo, mengungkapkan, orang Jawa menyebut selokan sebagai wangan ( buangan). Dari sana, kemungkinan kebiasaan membuang sampah di sungai diawali, tanpa memikirkan dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan seperti apa.

Masalah serius
 
Dalam renungan misa malam Natal, Romo Kirdjito mengajak umat untuk menghargai air pemberian Tuhan dengan tidak mencemarinya. Sampah yang dibiarkan akan terus menumpuk, membentuk gunung baru, dan akhirnya menimbulkan masalah lingkungan yang serius.
 
Lebih parah, kata Romo Kirdjito, hampir semua persoalan kini dianggap seperti sampah plastik. Aspirasi rakyat dianggap sampah, demikian juga kritik tajam media yang seakan kehilangan kekuatan untuk mendorong perubahan. Di sisi lain, tingkah laku pejabat juga seperti sampah, karena penuh dengan korupsi, manipulasi, dan ketidakjujuran.
 
”Negeri ini negeri sampah, dan sudah banyak sumpah serapah. Pada Natal kali ini, kami berdoa agar muncul pemimpin yang benar-benar serius untuk membersihkan ”sampah” di negeri ini. Jangan sampai rakyat akhirnya mengamuk dan membakar ”sampah-sampah” yang ada,” tutur Romo Kirdjito. (Amanda Putri)


Post Date : 28 Desember 2011