|
Bandung, Kompas - Menghadapi musim hujan yang akan datang, Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah daerah untuk segera memaksimalkan fungsi Sungai Citarum. Kekhawatiran akan banjir seperti bulan Februari lalu kini menghantui para pengusaha tekstil dan produk tekstil. Musim hujan tidak akan lama lagi, dan kami khawatir jika Sungai Citarum belum dikeruk, akan membawa kerugian yang lebih fatal lagi,ujar Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa barat Ade Sudrajat di Bandung, Sabtu (9/7). Menurut Ade, sampai saat ini pembenahan Sungai Citarum belum dilakukan dan pemerintah masih melakukan tahap perencanaan. Penanggulangan jangka pendek dirasa sangat penting sebelum memasuki rencana jangka panjang. Diharapkan strategi jangka pendek yang tanggap darurat bisa dilakukan sebelum datang banjir berikutnya,papar Agus Gustiar, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa barat. Pembenahan jangka pendek yang perlu dilakukan pada Sungai Citarum adalah di saluran pembuangan air, kotoran, serta sampahnya. Selain pengerukan, pelebaran sungai juga diperlukan untuk menampung kapasitas luapan air sungai. Seharusnya, rencana ini sudah diselesaikan oleh pemerintah sebelum bulan Oktober. Ini sesuai janji dan program yang dibuat Pak Wakil Gubernur (Nurman Abdul HakimRed). Kami ingin pembenahan ini dipercepat supaya aman berproduksi,tutur Satya Natapura, Ketua Perhimpunan Pengusaha Tekstil Majalaya. Adapun pembenahan jangka panjang dapat dilakukan dengan cara relokasi asal relokasi ini tidak merugikan pengusaha tekstil. Sebab, pengusaha juga harus memerhatikan return investment jika direlokasi. Jangan sampai relokasi nantinya sama seperti transmigrasi, kata Satya menambahkan. Minimalkan kerugian Banjir pada akhir Februari yang terjadi di kawasan Bandung Selatan, seperti di Cisirung, Dayeuhkolot, dan Majalaya, membuat perusahaan tekstil di Bandung merugi hingga Rp 900 miliar. Sebanyak 45 industri harus mengeluarkan dana tambahan untuk dapat berproduksi kembali. Jumlah itu pun hanya industri tekstil yang terdaftar pada API, belum yang berstatus usaha kecil menengah di Majalaya.Jadi kalau dijumlah, kerugiannya bisa lebih besar lagi,kata Satya. Kerugian itu dihitung dari kerusakan mesin produksi, hilangnya waktu produksi, pembayaran gaji karyawan, serta bunga bank dan listrik yang terus berjalan yang harus tetap dibayar. Pembayaran klaim produksi yang tertunda kepada pembeli di luar negeri mengeluarkan biaya yang tidak sedikit,ujar Ade Sudrajat. Jumlah perusahaan tekstil yang tergolong usaha kecil dan menengah di Majalaya lebih dari 200. Perusahaan-perusahaan ini umumnya masih memakai mesin tua. (d09) Post Date : 11 Juli 2005 |