|
[BOGOR] Sebanyak 22.400 lubang biopori yang tersebar di 68 kelurahan se-Kota Bogor dinilai belum efektif sebagai sarana pencegah banjir. Meskipun pembuatan biopori sudah dicanangkan oleh Wali Kota Bogor, Diani Budiarto pada pertengahan Juni lalu dengan melibatkan Institut Pertanian Bogor (IPB), ternyata di sejumlah lokasi masih digenangi air hujan. Kepala Program, Hubungan Masyarakat dan Alumni (Prohumasi) IPB, Agus Lelana, mengakui pembuatan lobang biopori yang belum efektif di Kota Bogor dikarenakan tidak semua rumah atau daerah tersebut dibuatkan lobang biopori. Akibatnya, pada saat musim hujan ini, air tetap saja mengalir dan bahkan menggenangi beberapa ruas jalan. "Tetapi tidak semuanya mengalami hal itu, karena di daerah Tegalgundil ternyata lobang biopori itu dapat bermanfaat," katanya, Senin (10/12). Menurut Agus, Pemkot Bogor seharusnya monitoring daerah yang telah dibuatkan lobang biopori. Selain itu, perlu dorongan agar warga berperan aktif untuk membuatnya, serta harus membuang sampah organik ke lobang tersebut. Karena fungsi sampah organik itu sebagai makanan cacing di dalam lobang itu. "Tanpa sampah organik, lobang itu belum dapat berfungsi sebagaimana seharusnya, yaitu menyerap air ketika hujan," ujarnya. Namun menurut Agus, program pembuatan lubang biopori belum bisa dianggap gagal, sebab belum diketahui persentase lobang biopori yang tidak sesuai dengan harapan. Sementara itu, warga di kawasan Sempur mengeluhkan seringnya air sungai mengalir deras di jalanan, bahkan menggenanginya. Padahal, Wali Kota Bogor Diani Budiarto secara simbolis membuat lobang biopori di lapangan Sempur, sebagai tanda dimulainya pembuatan lobang biopori di Kota Bogor. "Setiap hujan turun, sudah pasti daerah Sempur ini selalu digenangi air. Padahal, di lapangan Sempur katanya sudah dibuatkan lobang resapan, tapi tidak berfungsi," kata Syahnan, warga setempat. Dalam beberapa kali kesempatan, Pemkot Bogor mengklaim telah membangun 22.400 lubang biopori di 68 kelurahan se-Kota Bogor. Lubang-lubang biopori itu dibuat pada 22 April lalu, bertepatan dengan Hari Bumi. Kegiatan tersebut, melibatkan sedikinya 3.000 mahasiswa IPB, yang menjadi relawan untuk membantu membuat lubang di rumah warga. Sementara pencipta lubang biopori, Kamil R Brata, yang merupakan staf pengajar Ilmu Tanah, Air, dan Konservasi Lahan di IPB menjelaskan, lobang biopori adalah lubang resapan air yang dibuat dengan diameter 10 senti meter dan kedalaman 80 sampai 100 sentimeter. Lubang ini berfungsi untuk menampung sampah organik, seperti sampah dari dapur. "Biopori bisa meminimalisasi bencana banjir, yang setiap turun hujan mengancam warga Jakarta," katanya. Selain itu, biopori berfungsi untuk menyerap air hujan, sehingga air itu tidak langsung masuk got, lalu ke sungai, dan kemudian terbuang ke laut. "Idealnya, satu rumah memiliki 10 lubang, sehingga pada hari ke-20, pembuangan sampah organik kembali ke lubang pertama, karena sampah organik sebelumnya sudah habis menjadi kompos," katanya. [126] Post Date : 11 Desember 2007 |