|
KEDIRI - Banjir susulan yang melanda Kecamatan Pare Rabu (25/2) malam membuat para korban semakin ketar-ketir banjir bandang susulan bakal terus menerjang. Pasalnya timbunan pasir dan lumpur di aliran Sungai Srinjing yang mengaliri di kawasan Kota Pare belum dikeruk. Ditambah lagi, curah hujan di kawasan sepanjang aliran sungai lahar Gunung Kelud itu masih tinggi. "Kalau hujan deras lagi, banjir pasti datang," kata Bonadi, 46, warga Dusun Sumberdono, Desa Tulungrejo, Pare kemarin pagi. Makanya sejak diungsikan pasca banjir pertama Senin (23/2) lalu dirinya belum membawa pulang anak-anaknya yang diungsikan di rumah saudaranya di daerah Gang Lawu, Pare. "Untung belum dibawa pulang. Semalam (kemarin malam, red) banjir lagi," sambung bapak empat anak itu kepada Radar Kediri. Semakin derasnya air pada banjir kedua juga pertama membuat warga merinding jika banjir selanjutnya air bah yang datang semakin deras. "Kalau semakin deras, lama-lama rumah saya bisa ambruk," cemasnya. Dari pantauan Radar Kediri pagi kemarin, banjir kedua yang terjadi menjelang magrib menerjang Dusun Sumberdono, Desa Tulungrejo serta Dusun Puhrejo, Kelurahan Pare yang sebelumnya sudah porak poranda dilanda banjir lahar dingin Gunung Kelud. Namun luasan dan dampaknya semakin besar. Persawahan dan perkampungan di sekitar areal banjir pertama yang awalnya tidak diterjang banjir Rabu malam lalu ikut tertimbun pasir. Seperti yang terjadi di sekitar SMK Bhakti Mulia di Dusun Puhrejo, Desa Tulungrejo. Sekolah itu kembali diterjang banjir setinggi 1,5 meter. Lumpur kembali masuk kelas-kelas dan halaman sekolah. Sementara di kanan kirinya setidaknya lima rumah warga setempat kebanjiran air bercampur hingga setinggi satu meter. Dapur dan kandang milik Sukarji, 43, jebol diterjang banjir. Berbagai peralatan dapur dan perabot rumah tangga lainnya hanyut. Selain itu ternaknya yang ada di kandang juga hanyut. "Yang hilang kambing dua ekor dan mentok delapan ekor," kata Sukarji di samping rumahnya yang mepet dengan aliran sungai. Banjir juga menenggelamkan sekitar dua hektar lahan padi siap panen di sekitar rumahnya. Selain itu air bah juga merobohkan tembok warga sepanjang sekitar 30 meter. Sementara di Dusun Suberdono, Desa Tulungrejo terjangan air membuat sawah yang terendam lumpur semakin luas. Begitu pula dengan jumlah rumah yang diterjang banjir. Sebab air yang mengalir saat banjir kedua semakin deras meski tidak disertai kayu-kayu dan batu. Di sini plengsengan Sungai Srinjing jebol. Aliran sungai itu teryata tak hanya dangkal oleh pasir saat banjir lahar dingin Gunung Kelud, tapi tersumbat timbunan pasir. Sungai yang awalnya sedalam sekitar dua meter menjadi rata dengan areal persawan. Akibatnya air berbelok ke kanan dan menerjang persawahan dan perkampungan warga dan membentuk sungai baru. Aliran air di sungai baru itu akhirnya mengalir melalui saluran irigasi dan masuk ke suangi yang melalui Dusun Puhrejo, Kelurahan Pare dan akhirnya menerjang SMK Bhakti Mulai dan sekitarnya. "Semalam (kemarin malam, red) air makin deras masuk. Sekarang lumpur masuk lagi," kata Kuswari, wakil kepala sekolah itu. Ancaman banjir susulan juga diakui oleh Camat Pare Busro Karim saat dikonfirmasi Radar Kediri kemarin. "Selama hujan masih turun dan aliran sungai belum lancar banjir akan terus datang," kata Busro kemarin. Yang mengkhawatirkan, proses pengerukan pasir di aliran Sungai Srinjing ternyata membutuhkan waktu yang lama. Pasalnya timbunan pasir memenuhi aliran sungai sepanjang kurang lebih 500 meter. Mulai dari Dusun Sumberdono, Tulungrejo hingga jembatan di Dusun Sumberbiru, Desa Gedangsewu. Hingga kemarin satu ekskavator yang melakukan pengerukan baru membersihhkan aliran sungai di bawah jembatan Dusun Sumberbiru. Sepanjang sekitar 30 meter. "Pengerukan bertahap dari bawah (sekitar jembatan Dusun Sumberbiru, red). Kemudian naik ke sini (Dsn Sumberdono, red)," jelas Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Kediri Edi Yuwono kemarin saat ditemui Radar Kediri di Dusun Sumberdono. Pengerukan menurutnya memang membutuhkan waktu lama karena material lumpur dan pasir yang menimbun aliran sungai sangat banyak. Selain itu alat berat yang digunakan sangat terbatas. "Yang disini hanya satu. Satu lagi melakukan pembersihan di Dusun Kapasan (Desa Gedangsewu, Puncu, red)," jelasnya kemarin. (jie) Post Date : 27 Februari 2009 |