|
MEDAN, KOMPAS - Hujan deras pada awal musim langsung menyebabkan sejumlah sungai meluap sehingga merendam ribuan rumah di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat, Senin (5/11). Gejala banjir yang muncul sejak akhir pekan lalu diduga karena mendangkalnya sungai-sungai akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. Banjir di Sumatera Utara melanda Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang (40-90 kilometer tenggara Kota Medan) akibat meluapnya Sungai Sei Rampah, Ular, Kualanamu, dan Paluh Kemiri. Air setinggi 1,5 meter menggenangi 1.913 rumah dan memaksa sekitar 2.500 warga mengungsi. Banjir di Serdang Bedagai tak hanya merendam rumah-rumah penduduk di 18 dusun di Kecamatan Sei Rampah, Dolok Masihul, Sei Bamban, Tanjung Beringin, Teluk Mengkudu, dan Perbaungan, tetapi juga merobohkan empat rumah warga. Sekitar 40 hektar lahan persawahan juga terendam sehingga benih padi yang baru disemai rusak. Kepala Kepolisian Resor Serdang Bedagai Ajun Komisaris Besar Arif Budiman menjelaskan, tidak ada korban jiwa dalam banjir tersebut. Polisi dan warga terus bersiaga di posko dan daerah dekat Sungai Sei Rampah. Wakil Bupati Serdang Bedagai Soekirman mengatakan, Sungai Sei Rampah perlu dinormalisasi. ”Sepanjang 15-20 kilometer sungai itu mendangkal dan menyempit sehingga air meluap,” ujarnya. Sekitar 20 tahun lalu lebar sungai 40-50 meter, tetapi kini tinggal dua pertiganya. ”Dulu dasar sungai tak pernah tampak. Kini pasirnya sering muncul,” kata Syafrudin (52), warga Sei Rampah. Pendangkalan terjadi karena tanah dan pasir di daerah hulu luruh bersama air hujan. Laju pendangkalan 20 tahun terakhir mencapai 2-2,5 meter. Perkebunan sawit Banjir di Serdang Bedagai kali ini merupakan yang terparah dalam 11 tahun terakhir. Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Kusnadi, banjir tersebut erat kaitannya dengan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit. Di daerah hulu Sungai Ular dan Sei Rampah di Kabupaten Simalungun saat ini terdapat 27.155 hektar perkebunan sawit. Di Serdang Bedagai terdapat 11.866 hektar perkebunan sawit. Total di Sumut terdapat 1.017.570 hektar lahan perkebunan sawit. ”Tanaman sawit menyerap banyak air, tetapi tidak mampu menyimpannya. Saat hujan lebat terjadi dan kelapa sawit tak mampu lagi menyerap air, terjadilah banjir,” kata Kusnadi. Perubahan status hutan menjadi nonhutan disebutnya sebagai awal dari bencana alam. Situasi serupa memicu luapan Sungai Inggar, Kayan, dan Melawi di Kalimantan Barat. Luapan sungai-sungai itu merendam wilayah Kabupaten Sintang dan Melawi (350-450 kilometer timur laut Kota Pontianak). Pemerintah daerah setempat sedang mendata jumlah pengungsi yang diperkirakan ratusan orang. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Melawi Hendri Suin mengatakan, kawasan yang paling parah dilanda banjir adalah Pasar Nanga Pinoh. ”Aktivitas di pasar masih terganggu. Warga terpaksa menggunakan sampan untuk bepergian,” ujarnya. Aktivis Walhi Kalbar, Sumantri, mengatakan, fenomena ini terjadi akibat maraknya pembukaan kawasan penyangga di hulu hingga hilir sungai. ”Banyak kawasan penyangga di sekitar sungai yang dibuka untuk perkebunan skala besar. Setiap kali hujan deras pasti langsung banjir,” katanya. (MHF/AHA/ANS/EGI) Post Date : 06 November 2012 |