Longsor dan Banjir Mengancam

Sumber:Pikiran Rakyat - 22 November 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
BANDUNG, (PR).Pemkab Bandung mewaspadai sepuluh titik rawan banjir dan 16 titik rawan longsor. Hal itu mengingat, Kab. Bandung merupakan salah satu daerah yang sering dilanda bencana alam pada musim penghujan.

Demikian disampaikan Wakil Bupati Bandung, Drs.H. Eliyadi Agraharja, saat membuka pelatihan Gladi Penanggulangan Bencana Tingkat Kab. Bandung Tahun 2005, di Hotel Abang, Ciwidey, Senin (21/11).

Menurut Eliyadi, sepuluh daerah rawan banjir di Kab. Bandung adalah Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Solokanjeruk, Pameungpeuk, Rancaekek, Cicalengka, Ciparay, Katapang, dan Banjaran. Tak kurang dari 25 kali banjir terjadi di daerah rawan banjir tersebut selama tahun 2002.

Sementara daerah rawan longsor, katanya, berada di Rongga, Gununghalu, Cililin, Soreang, Ciwidey, Lembang, Cisarua, Pangalengan, Pasirjambu, Batujajar, Cipeundeuy, Cipatat, Arjasari, Cipongkor, Sindangkerta, Ci-maung, dan Kertasari. Setidaknya ada 14 kali kasus longsor di Kab. Bandung pada tahun 2002.

Untuk daerah rawan angin ribut, lanjutnya, berada di Kec. Soreang dan Katapang. Daerah rawan kebakaran, terdapat di Kec. Rancaekek, Batujajar, Baleendah, Pangalengan, Margahayu, Ciwidey, Cikalongwetan, dan Solokanjeruk. Total kejadian musibah kebakaran tercatat sebanyak 33 kali pada tahun 2002.

Manajemen bantuan

Menurut Eliyadi, Kab. Bandung banyak memiliki daerah rawan bencana, sehingga penanggulangannya tidak harus terlalu birokratis. Tentunya dalam kondisi darurat, mereka harus menyelamatkan banyak korban.

Namun demikian, katanya, di sisi lain, mereka tetap harus menerapkan manajemen yang baik, terutama dalam penanganan bantuan. Jangan sampai terulang lagi, ada camat yang dicopot karena tidak melaksanakan administrasi dengan baik. "Dan (kejadian serupa) ini, tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.

Untuk itu, kata Eliyadi, seluruh pihak diminta agar bisa mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam di daerahnya. Tentunya, penanggulangan bencana alam itu tidak sekadar pada saat kejadian. Akan tetapi, mencoba menanggulanginya dari awal kejadian, dalam bentuk gejala, terutama dalam hal pemeliharaan lingkungan. Apalagi, ada gejala atau bagian dari kejadian bencana yang bisa diketahui secara dini.

Namun, kata Eliyadi, pada saat bencana, seringkali terjadi kesalahpahaman dalam urusan rehabilitasi. Contohnya, ketika petugas harus membimbing dan mengarahkan masyarakat yang seringkali ingin kembali menetap di rumah asal.

Sementara, dilihat dari kondisinya, sudah tidak memungkinkan lagi. Namun, karena seolah-olah memiliki otoritas sendiri, mereka seringkali memaksakan diri. Sementara itu, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Drs. H. Edin Hendradin, M.Si. kemarin mengatakan, dalam upaya penanggulangan bencana alam, Pemkab Bandung menggelar pelatihan Gladi Penanggulangan Bencana Alam. Kegiatan tersebut diikuti 200 orang peserta dari 45 kecamatan di Kab. Bandung.

Secara terpisah, Kasi Kesiagaan dan Penanggulangan Bencana pada Kantor Kesbang dan Linmas Kab. Bandung Momon Suherman, S.H. mengatakan, pada prinsipnya mereka selalu siap menanggulangi bencana alam di wilayah Kab. Bandung. Mereka pun akan bekerja sama dengan unit operasional penanggulangan bencana alam di setiap kecamatan dan satuan perlindungan masyarakat di setiap desa.

Jika terjadi bencana alam, mereka berkoordinasi juga dengan Satkorlak Provinsi Jabar, Brimob Polda Jabar, Kopassus, dan Zipur. Hal itu mengingat, mereka memiliki keterbatasan sarana dan prasarana penanggulangan bencana, seperti perahu. Mereka hanya memiliki lima perahu untuk melakukan penanggulangan banjir.(A-136)

Post Date : 22 November 2005