Lombok Defisit Air 1,3 Milyar Kubik/Tahun

Sumber:Suara NTB - 29 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

Mataram (Suara NTB)
Penelitian terbaru yang dilakukan WWF Nusa Tenggara menemukan bahwa Pulau Lombok saat ini mengalami defisit air sebesar 1,3 miliar kubik per tahunnya. Tutupan hutan Gunung Rinjani saat ini tinggal setengah dari areal tutupan idealnya. Diperkirakan, seluruh belanja APBD NTB tahun 2009 tidak akan cukup untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
Demikian disampaikan Project Leader WWF Nusa Tenggara, Ridha Hakim, kepada Suara NTB di sela kegiatan welcome dinner Rakernas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Se-Indonesia, di Hotel Lombok Raya, Selasa (27/10) kemarin. ‘’Kita sedang berada dalam kerusakan lingkungan yang parah,’’ ujarnya.

Gunung Rinjani yang menjadi titik pusat ekosistem di Lombok dan sekitarnya, saat ini kondisinya sudah mencemaskan. Tutupan hutan Rinjani, idealnya adalah seluas 125.000 hektar. Saat ini, tutupan hutan Rinjani hanya tinggal 68.000 hektar. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut jika illegal logging tak bisa diberantas.

Kerusakan lingkungan tersebut, menurutnya segera telah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat NTB. Indikasinya cukup jelas terlihat dari perubahan musim yang seringkali mendatangkan musibah. Saat musim hujan, daerah NTB kerap dilanda banjir sementara pada musim kemarau permukaan tanah sangat kering.

Ridha menjelaskan, imbas kerusakan ekosistem Rinjani akan sangat dirasakan oleh sekitar 70 persen masyarakat agraris di Lombok. Kerusakan ekosistem yang terjadi juga akan mempengaruhi kebutuhan multisektor yang terus berkembang. Contoh kongkritnya adalah permintaan jaringan PDAM yang terus bertambah tiap tahunnya.

Untuk memperbaiki ekosistem yang rusak, pemerintah daerah harus membayar sangat mahal. Ridha memprediksikan, biaya yang harus dikeluarkan tak kurang dari Rp 1,4 triliun. ‘’Itu melebihi jumlah belanja APBD NTB tahun 2009,’’ cetusnya.

Ridha menegaskan pihaknya akan berupaya mengawal kebijakan tata ruang memanfaatkan kesempatan berdialog dengan pemerintah dalam Rakernas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah se-Indonesia kali ini.

Ia berharap, penyusunan tata ruang dilakukan dengan berbasiskan ekosistem. Selain itu, penyusunan tata ruang juga tidak bisa dilakukan secara terpisah antara provinsi dan kabupaten/kota. Semua harus dilakukan bersama-sama dengan mengedepankan pertimbangan ekosistem ketimbang kepentingan ekonomi.

‘’Sudah saatnya kita menepis ego sektoral dan kepentingan ekonomi dalam penyusunan tata ruang,’’ sarannya.

Terpisah, Kabag Humas Pemprov NTB, Andi Hadianto menyatakan bahwa Rakernas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah se-Indonesia kali ini memang diniatkan untuk mensinergikan tata ruang pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. ‘’Terlebih, di NTB kita sudah punya Perda nomor 11 tahun 2006, itu yang akan jadi pedoman,’’ tandasnya. (aan)



Post Date : 29 Oktober 2008