|
JEJARING AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN(Jejaring AMPL) Lokakarya Nasional Persampahan "Pengelolaan Persampahan Berbasis Masyarakat di Indonesia" Jakarta, 16 - 17 Januari 2008 Bappenas melalui Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) bersama dengan pemangku kepentingan lainnya telah membentuk Jejaring AMPL yang merupakan forum untuk saling berkomunikasi dan berkoordinasi di antara para pemangku kepentingan. Jejaring diresmikan pada tanggal 11 Oktober 2007 dan beranggotakan sekitar 50 pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM, termasuk individu. Salah satu bentuk kegiatan yang menjadi agenda Jejaring adalah membentuk Gugus Tugas Pengelolaan Sampah yang berfungsi untuk meningkatkan sinergi pengelolaan persampahan berbasis masyarakat di Indonesia. Pentingnya keberadaan Gugus Tugas ini didasari pada keprihatinan kita bersama terhadap kondisi pengelolaan persampahan di Indonesia. Sampai saat ini belum terdapat kota / kabupaten yang mampu mengolah seluruh sampahnya dengan baik. Dari sekitar 400 Tempat Pengolahan Sampah (TPA) di Indonesia, tidak terdapat TPA yang benar-benar menerapkan prosedur kerja sanitary landfill. Sementara timbulan sampah yang diproduksi semakin banyak. Contohnya saja, timbulan sampah DKI Jakarta dapat mencapai 6.000 ton per hari atau setara dengan berat 6.000 gajah. Tidak mengherankan kemudian terjadi peristiwa longsor di TPA seperti yang terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 di TPA Leuwigajah, Bandung, yang bahkan menelan korban manusia. Pendekatan pengolahan persampahan selama ini bersifat end pipe yaitu lebih terfokus pada pengolahan sampah di hilir. Sebenarnya dengan melihat pada data yang ada, ternyata timbulan sampah separuhnya berasal dari sampah rumah tangga. Hal ini mendorong kita untuk mengubah pendekatan pendekatan ke arah pengurangan timbulan sampah di tingkat rumah tangga, di antaranya menggunakan prinsip 3 R (reuse, reduce, dan recycle). Masyarakat menjadi ujung tombak pengelolaan sampah. Pendekatan ini dikenal sebagai pengolahan sampah berbasis masyarakat. Praktek seperti ini telah banyak menunjukkan keberhasilannya, seperti yang dilakukan oleh Ibu Bambang Harini di Banjar Sari Jakarta Selatan, pengolahan sampah di kawasan perumahan Bumi Karang Indah, Jakarta Selatan, serta banyak contoh lainnya. Keberhasilan pendekatan pengolahan sampah berbasis masyarakat ternyata terbukti dapat mengurangi timbulan sampah secara signifikan. Namun, keberhasilan ini ternyata belum berhasil direplikasi atau diperbesar skalanya (scaling up) menjadi skala kota. Banyak isu yang mengemuka terkait dengan kondisi ini, di antaranya masih belum terundangkannya RUU Persampahan, kepedulian pemerintah daerah masih kurang, dan pemangku kepentingan bekerja berdasarkan agendanya masing-masing. Menyikapi kondisi ini, Jejaring AMPL melalui Gugus Tugas Pengelolaan Sampah bekerjasama dengan JBIC dan Mercy Corps melaksanakan Lokakarya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Indonesia pada tanggal 16 V 17 Januari 2008 bertempat di Balai Kartini, Jl. Gatot Subroto Kav. 37, Jakarta Selatan. Adapun Lokakarya ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian, dan pemahaman dari pemangku kepentingan terhadap kendala dan tantangan dalam mereplikasi dan memperbesar skala pengelolaan persampahan berbasis masyarakat di Indonesia. Lokakarya ini menjadi ajang dialog antar pemangku kepentingan, baik LSM, praktisi dan masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi strategis pengelolaan persampahan melalui pendekatan berbasis masyarakat. Diharapkan hasilnya nanti akan dicoba untuk diimplementasikan di DKI Jakarta. Lokakarya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Indonesia ini dibuka oleh Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas, dan ditutup oleh Ketua Pelaksana Jejaring AMPL, Oswar Mungkasa. Para pembicara yang turut berpartisipasi dalam Lokakarya ini, antara lain:
Post Date : 21 Januari 2008 |