|
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengolahan limbah cair domestik rumah tangga, termasuk tinja dari hunian sekitar 30 ribu warga di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, menggunakan sistem pipa tertutup yang ramah lingkungan. Kawasan tersebut meliputi perkantoran di Lippo Pinangsia, sekolah, supermall, rumah sakit Siloam Gleneagles, hotel, perumahan, dan apartemen. Menurut Kepala Pengolahan Limbah dan Sanitasi Lingkungan PT Lippo Karawaci, Cornelia Retno, proses pengolahan limbah cair di sana menggunakan sistem aerobile treatmen, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk menguraikan bahan polutan yang terdapat pada air limbah. "Dengan sistem aerobile treatment yang diterapkan di kawasan ini, tidak menghasilkan gas sebagai produk sampingan dan air hasil olahan lebih stabil dan dapat didaur ulang," kata Retno. Dan yang pasti tidak berbau walaupun di tempat pengolahan limbah sekalipun. Ditemui Selasa (1/3) di instalasi pengolahan limbah (Ipal) yang terletak tidak jauh dari pemukiman Taman Bromo, Retno menuturkan bahwa sistem pipa tertutup itu dibangun sejak 1994, di atas tanah seluas 6.000 meter bersamaan dengan dibangunnya hunian tahappertama di Kawasan Lippo Karawaci. Biaya pembangunannya nilainya sekitar Rp 3 miliar, merupakan pinjaman dari World Bank dengan mesin produksi Malaysia. "Jadi, yang kita pakai bukan septic tank. Karena sistem itu dipandang kurang sehat dan menimbulkan produk sampingan berupa gas berbau tak sedap," kata Retno. Di samping itu, bakteri fucal yang terdapat dalam buangan manusia dapat mencemari air tanah. Maka sistem pipa tertutup dianggap lebih ramah lingkungan apalagi di kawasan terbangun dengan aktivitas dan penduduk padat. Proses pengolahan tinja dan limbah domestik lainnya itu setelah digelontorkan dari pipa-pipa tertier berdiemater 225 milimeter untuk ukuran rumah hunian dan ukuran pipa skunder akan masuk pipa berdiameter 650 milimeter. Dari pipa besar ini, maka ampas limbah (sampah) akan tersaring dan masuk dalam bak bernama bar screen. Dari situ air dipompa naik (raw sewage pump) melalui pipa masuk ke bak aerator. Di dalam bak ini air dicampur bakteri dan oksigen selanjutnya air yang masih bawarna coklat termasuk air tinja didalamnya itu digerenda dengan mesin berbentuk kumparan dan digelontorkan ke bak settling tank. Di bak penampungan ini ada dua jenis yang dihasilkan yaitu air olahan berbentuk cair dan endapan lumpur. Untuk lumpur dikembalikan ke bak benama sludge return. Sisa lumpur yang aktif masuk ke bak Sludge Distater melalaui proses di bak sludge driving bed diolah menjadi pupuk tanaman. Sedangkan hasul cairan limbah langsung dari settling tank dialirkan melalui pipa ke bak dan badan air yang sudah terlihat jernih. "Sebenarya setelah uji laboratorium air ini layak diolah menjadi air minum atau keperluan sehari-hari," kata Retno. Tapi di Lippo difungsikan untuk penyiraman tanaman. Tak ayal tanaman di kawasan Lippo segar dan hijau karena gizinya cukup. Selain itu, air olahan limbah itu digunakan untuk pengisian danau golf dan disalurkan ke badan air. Mendampingi Retno, Kepala Pengelolaan Kota Kawasan Lippo Karawaci, Wahyudi Hadinata mengatakan pengolahan limbah cair di Lippo itu dikendalikan dengan mesin yang ditempatkan di sebuah ruang (control room panel). "Jadi alat ini sudah distel selam 24 jam aktif, tanpa operator manusia dengan tenaga listrik menggunakan genset," kata Wahyudi. Meski aktif 24 jam, setiap masa olah diperlukan waktu 3 jam dengan kapasitas 130 liter per detik. Sementara itu dikatakan Wahyudi, untuk pengelolaan air hujan pihaknya menerapkan drainase, dimana air hujan disalurkan melalui riol. Untuk pengolahan limbah dari rumah sakit ada tiga sistem cara olah, satu tergolong limbah domsetik masuk ke Ipal dan limbah bekas radioaktif juga pengolahannya dipisahkan. Agar tidak terkontaminasi, Retno menambahkan, pihaknya selalu mengontrol fluktuasi limbah dari rumah sakit. "Sebab kalau tidak kita pantau pembuangannya, bisa-bisa bakteri kita di pengolahan ini mati," katanya. Alhasil dengan teknologi yang cukup efektif mengelola limbah, maka kata Retno, Ipal Lippo kerap dijadikan studi banding dari pengembang lain atau sekolah untuk belajar pengolahan limbah ramah lingkungan. Ayu Cipta-Tempo Post Date : 01 Maret 2005 |