|
Jakarta, Kompas - Banjir yang kerap melanda Jakarta beberapa tahun terakhir setiap kali curah hujan berintensitas tinggi menunjukkan kota ini telah kehilangan tempat parkir air dan sistem drainasenya tak berfungsi. Untuk meredam bencana itu berulang, bisa dengan merehabilitasi situ, sungai, dan membangun kolam hingga bendungan di daerah hulu. Ini dilontarkan Kepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Gadis Sri Haryani, di Cibinong, Senin (4/2), dalam kunjungan kerja Tim Diseminasi Iptek Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Gadis menyatakan, tempat parkir air berupa situ, lahan rawa, dan persawahan di Jabodetabek luasnya terus berkurang karena berubah fungsi menjadi permukiman, mal, dan industri. Padahal, keberadaan daerah penampungan air itu berfungsi ganda: menahan laju air ke daerah hilir dan menjadi daerah resapan air untuk mengisi air bawah tanah. Alih fungsi lahan ini harus dihentikan, tegas Gadis. Di lahan terbuka seperti pekarangan rumah hendaknya dibangun sumur resapan atau biopori. Selain itu, juga dilakukan penghijauan dengan tanaman pepohonan berakar tunggang. Pembangunan waduk di hulu sungai untuk mengatasi banjir di Jakarta, seperti dilontarkan Gubernur DKI Fauzi Bowo, menurut Gadis, mungkin dilakukan, tetapi harus dilihat berbagai aspek terkait, seperti dampak sosial, ekonomi, dan ekologi. Waduk itu harus menguntungkan warga hulu, bukan hanya hilir, dan perlu dukungan pemda terkait untuk bersinergi dalam satu kesatuan pengelolaan sungai. Menurut dia, harus ada sosialisasi kepada warga sekitar danau yang mengalami pendangkalan tentang perlunya menjaga kelestarian danau. Dengan mengembalikan fungsi danau, hasil perikanan meningkat. Sedangkan tanah galian ditimbun ke lahan tandus untuk jadi perkebunan, katanya. (YUN) Post Date : 05 Februari 2008 |