|
JEPARA--MIOL: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus menyosialisasikan toilet (WC) kering ramah lingkungan dan hemat air yang diyakini akan menjadi solusi tepat menyusul krisis air bersih di Indonesia seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Peneliti LIPI Sinta Neniwardani ketika menyosialisasikan WC kering dalam "Jeparatech Expo" di Jepara, Selasa (11/4), menjelaskan WC kering atau bio-toilet menggunakan medium serbuk kayu sebagai matriks penangkap limbah organik padat dan cair, agar kotoran terolah secara biologi dengan cepat tanpa menimbulkan bau. Teknologi WC kering yang diperkenalkan LIPI ini jauh lebih sedikit mengonsumsi air ketimbang WC konvensional yang sangat boros air. Air hanya digunakan untuk membersihkan lubang WC dan diri pemakai. Sinta menambahkan, WC kering tidak memerlukan pembuatan saluran pembuangan, sebab bio-toilet ini mudah dipindah (portable) dan dapat pula dipadukan untuk pembuangan limbah dapur. Bio-toilet ini cocok dibangun di daerah dengan kondisi sistem sanitasi yang belum memadai, kondisi lingkungan yang buruk, keterbatasan lahan, ketiadaan saluran buangan air kotor, dan kurangnya air bersih. WC kering portable rekayasa LIPI ini memiliki bentuk sederhana dengan bagian penting, antara lain lubang WC (duduk/jongkok), lubang aerasi udara, serbuk gergaji (bisa kayu atau bahan organik lain), pemanas (bila diperlukan), dan pengaduk. Dari luar, WC kering LIPI ini mirip meja kerja. Menurut Sinta, secara teknis konstruksi WC kering tersebut bisa dikerjakan oleh bengkel biasa. Bahan yang digunakan juga mudah didapat dan banyak pilihan, misalnya untuk bodi WC kering bisa memakai besi stainless, serat, atau polimer kuat lainnya. Motor yang digunakan untuk mengaduk limbah juga mudah didapat di pasar, sebab yang dibutuhkan motor dengan kekuatan putar yang relatif rendah. Secara teknis dan kesehatan, WC kering karya LIPI tersebut layak dimanfaatkan masyarakat luas, namun sebuah pengenalan teknologi baru yang berkait dengan budaya masyarakat tidak selalu mudah diterima, karena hal ini akan mengubah perilaku. "Tantangan terbesar dari perbaikan sanitasi di masyarakat adalah persepsi umum bahwa WC atau kakus merupakan ruang kotor yang berada di belakang, bukan tempat untuk membersihkan diri," katanya. Padahal, kata Sinta, penerapan bio-toilet ini ini merupakan salah satu solusi jitu menuju sanitasi berkelanjutan dan penghematan air. Untuk membuat WC kering ini, menurut dia, juga relatif mudah. "Jeparatech Expo 2006" yang berlangsung di Gedung Wanita dan dibuka Menristek Kusmayanto Kadiman ini berlangsung tanggal 11 hingga 15 April 2006. Selain seminar, juga dipamerkan temuan para peneliti LIPI.(Ant/OL-03) Post Date : 12 April 2006 |