Lingkungan: Kualitas Udara dan Air makin Buruk

Sumber:Media Indonesia - 24 November 2005
Kategori:Air Minum
JAKARTA (Media): Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan penurunan kualitas udara di berbagai kota di Indonesia sangat nyata dan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

''Dampak kesehatan timbel dalam bahan bakar bensin sudah banyak diketahui. Terutama penyakit hipertensi, jantung koroner, dan khususnya penurunan IQ pada anak," ujar Rachmat Witoelar kepada wartawan, baru-baru ini di Jakarta.

Pernyataan Rachmat ini berkaitan dengan hasil pemantauan kualitas bahan bakar bensin dan solar di 10 kota besar, yang dilakukan oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) baru-baru ini.

Koordinator KPBB Ahmad Safruddin menyatakan pemerintah telah mengeluarkan keputusan melarang penggunaan bensin bertimbel. Akan tetapi, fakta di lapangan masih banyak kendaraan menggunakan bensin bertimbel.

Bensin bertimbel juga menyebabkan teknologi kendaraan bermotor catalyc converter tidak dapat dikembangkan. Padahal teknologi itu bisa menurunkan kadar emisi HC, CO, dan NOx hingga 90%. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, kerugian akibat bensin bertimbel dalam kurun waktu 1995-2000 mencapai US$548 juta.

Untuk Jabodetabek, Batam, Semarang, Surabaya, dan Denpasar, kadar timbel berada sedikit di atas ketentuan yang diperbolehkan sebesar 0,013 g/l. Sedangkan pasokan bahan bakar bensin bertimbel masih mendominasi terutama di Medan (0,213 g/l), Palembang (0,528 g/l), Makassar (0,272 g/l), Bandung (0,117 g/l), dan Yogyakarta (0,068 g/l).

Air tanah

Selain kualitas udara yang buruk, kualitas air tanah di Kota Jakarta pun tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Hal ini diungkapkan pakar air tanah Robert Delinom dalam International Symposium on Ecohydrology di Kuta, Bali, Selasa (22/11) lalu. ''Saya mengimbau warga Jakarta tidak lagi mengandalkan air tanah (groundwater) sebagai konsumsi air minum sehari-hari.

Masyarakat sebaiknya menggunakan sumber air di permukaan akibat siklus penggantian air tanah tidak berbanding dengan kebutuhan masyarakat.''Robert menjelaskan pasokan air untuk Jakarta berasal dari selatan Pasar Minggu dan Bekasi.

Sumber untuk mengisi air tanah dari kedua lokasi itu sangat minim mengingat besarnya kebutuhan air masyarakat Jakarta. Selama ini ada anggapan sumber pengisian kembali (recharge area) air tanah untuk Jakarta berasal dari Bogor.

''Nyatanya, air dari Bogor itu tidak sampai memasuki lapisan bawah tanah. Hal ini akibat kontur geologi bebatuan di selatan Pasar Minggu yang menghalangi aliran air," kata Robert.

Koordinator Riset Hidrologi dan Sumber Daya Air (SDA) Pusat Penelitian SDA Departemen PU Joesron Loebis menambahkan tingkat pemakaian air tanah di Jakarta sudah melebihi 60% kapasitas yang tersedia. Sedangkan Kepala Balitbang Departemen Pekerjaan Umum (PU) Basuki Hadimulyono mengatakan pemerintah tidak akan menerbitkan izin baru pengeboran air tanah di Jakarta.

(*/H-5).

Post Date : 24 November 2005