|
SEMARANG - Limbah berupa cairan akibat pembusukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang diduga mengandung merkuri. Kandungan air raksa itu ditemukan di tiga titik, yakni di lokasi sebelum masuk kolam pengolahan limbah, di dalam kolam pengolahan limbah, dan setelah kolam pengolahan limbah. Sampel-sampel dari TPA kini dikirim ke Pusat Sarana dan Prasaranan Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, di Serpong, Jawa Barat. Demikian diungkapkan peneliti magister ilmu lingkungan (MIL) Undip, Agus Hartiyarto, dalam diskusi Reviem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Proyek Jatibarang, Selasa (20/9) lalu. Agus yang juga anggota tim amdal itu mengungkapkan, sampel limbah TPA pernah diuji di laboratorium Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun datanya dinilai kurang representatif karena belum memperlihatkan kadar logam terlarut. ''Agar lebih valid, kami membawa sampel untuk diuji lebih lanjut di Serpong. Hasil analisis kemungkinan baru bisa diterima pekan depan,'' katanya. Indikasi kandungan merkuri itu, menurut Agus, sangat rawan. Meski kandungan merkuri tidak dalam jumlah besar, logam berat tersebut dikhawatirkan akan mencemari air dari Waduk Jatibarang yang akan digunakan sebagai air baku PDAM Kota Semarang. Sebab lokasi pembuangan akhir itu tak jauh dari Kali Kreo. Dari Waduk Jatibarang, air mengalir melalui Kali Kreo menuju Kaligarang. Selanjutnya, air itu akan digunakan PDAM Kota Semarang sebagai sumber air baku. ''Kendati sudah ada kolam pengolahan limbah, fasilitas itu agaknya kurang berfungsi sehingga penurunan konsentrasi polutan tidak signifikan,'' imbuhnya. Ia juga mempertanyakan pihak yang akan melakukan pemeliharaan kualitas air. Sebab, Pemerintah Jepang ataupun Japan Bank for International Cooperation (JBIC) hanya akan memberikan dana untuk konstruksi proyek. Tutup TPA Ketua Tim Amdal Proyek Jatibarang Sutarto Edhisono menyarankan agar TPA Jatibarang ditutup. Sesuai dengan rencana kelola lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL), umur pakai TPA Jatibarang hanya sampai tahun 2003. Namun hingga kini belum ada solusi mengenai TPA tersebut. ''TPA Jatibarang lebih baik ditutup karena umur pakainya sudah habis. Kalaupun masih digunakan karena areal masih mampu menampung sampah, perlakuan terhadap cairan akibat pelapukan sampah itu harus diperbaiki. Hasil pantauan kami menunjukkan, aerasi di sana tidak berjalan dengan baik.'' Menurut Sutarto, serendah apa pun kadar merkuri di sekitar TPA Jatibarang itu patut diwaspadai. Sebab, beberapa jenis organisme dapat menimbun logam berat itu dalam tubuh. Pada kadar tertentu, timbunan merkuri akan menimbulkan penyakit seperti yang telah menyerang penduduk Minamata, Jepang atau Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Ditemui terpisah, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kota Semarang Ir E Tata Pradana mengemukakan, perbaikan pengolahan limbah menjadi salah satu cara menurunkan kadar logam berat. Cairan hasil pelapukan sampah, menurutnya, sudah ditampung dalam kolam-kolam pengolah limbah. Perlakuan dalam kolam itulah yang menurut Tata harus diperbaiki. Beberapa waktu lalu Dinas Kebersihan Kota Semarang menyatakan Pemkot belum berencana membuka TPA baru. Beberapa lokasi, menurut Kepala Dinas Kebersihan Drs Cahyo Bintarum MSi, pernah disurvei sebagai calon lokasi TPA pengganti. Namun hingga saat ini belum ada lokasi baru yang ditetapkan sebagai tempat pembuangan sampah terakhir. (H5-18n) Post Date : 22 September 2005 |