|
JIKA dulu Sungai Deli menjadi jalur pelayaran dan urat nadi terbentuknya Kampung Medan yang kemudian berkembang menjadi Kota Medan, maka kini Sungai Deli tak lebih sebagai tempat pembuangan sampah. Tempat sampah kota yang panjang dan murah, sekalipun menambah jorok dan menjadi sumber penyakit. SELOKAN-selokan juga ikut mengkontribusi membawa berbagai sampah dan kebusukan ke Sungai Deli. Akibatnya sungai ini bukan hanya jorok, tetapi juga menebarkan bau menyengat terutama saat banjir terjadi di Kota Medan. Rumah-rumah yang berjejalan di bantaran sungai, berlomba membuang limbah ke sungai yang gratis ini. Tidak terkecuali industri-industri besar yang berada di sekitar Sungai Deli, juga disinyalir ramai-ramai memanfaatkan Sungai Deli sebagai selokan besar untuk membuang limbah cair mereka. Dan kehidupan bersih pun kian menjauh dari sungai ini.Tanda-tanda sungai tersebut tidak lagi ramah bagi kehidupan adalah sirnanya makhluk hidup penghuni sungai seperti udang galeh dan paitan yang dulu banyak dijumpai. Warna air sungai pun kian menghitam. Dan sampah yang memenuhi badan sungai, menebar bau menyengat terutama saat banjir terjadi di Kota Medan. Seperti Hasnol Bahri (49), warga yang tinggal di lingkungan II, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Medan, mengaku sudah 10 tahun terakhir tidak lagi berani mengonsumsi air Sungai Deli. Baginya Sungai Deli sudah menjadi sumber penyakit yang harus dijauhi. "Jangankan untuk minum, untuk mandi dan mencuci saja saya tidak berani lagi. Bahkan, kalau orang yang belum terbiasa, terkena airnya saja bisa gatal-gatal," katanya. Demikian pula Syahrizal (31), warga Labuhan Panah Hijau, Kecamatan Marelan, mengatakan, warga yang tinggal di sekitar Sungai Deli tak lagi berani mengonsumsi air sungai."Kami terpaksa harus membeli air dari pedagang dengan harga Rp 250 per jeriken yang berisi 25 liter air. Takut ngambil air dari sungai karena warnanya hitam. Walaupun sudah diendapkan dan dimasak, tetap saja kami tidak berani meminumnya," kata lelaki yang tinggal 20 meter dari Sungai Deli. Sekalipun air sungai sudah dimasak sampai mendidih, hanya akan mematikan bakteri atau kuman penyakit yang ada di dalamnya. Namun, tidak akan menghilangkan kandungan bahan-bahan kimia, apalagi jenis logam berat. Kondisi yang sama juga terjadi pada Sungai Belawan. Wan Basarudin, warga Desa Kampung Lama, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, mengatakan, sudah beberapa tahun terakhir masyarakat tidak berani lagi mengonsumsi air dari Sungai Belawan, dan anak sungainya seperti Sungai Baharu, Badak, dan Paluh Manan. KEKHAWATIRAN masyarakat untuk mengonsumsi air sungai tersebut memang beralasan. Menurut penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumut, kandungan bahan organik dan logam berat di Sungai Belawan jauh melebihi ambang batas. Data dari Bapedalda Sumut menyebutkan, kandungan BOD di Sungai Belawan di wilayah Hamparan Perak mencapai 17,8 mg/l sudah enam kali lipat baku mutu yang diperbolehkan sebesar 3 mg/l. Kandungan COD mencapai 37, padahal baku mutu 25 mg/l. Kandungan NH3 mencapai 4,2 mg/l, jauh melewati baku mutu 0,5 mg/l. Yang lebih mengkhawatirkan adalah kandungan logam berat di Sungai Belawan seperti Zn, Hg, Mn, Cd, Pb, dan Cu yang jauh melebihi ambang batas yang diizinkan sesuai dengan PP Nomor 82/2001. Dari 10 titik yang diteliti Bapedalda Sumut tahun 2003, sebanyak empat titik memiliki kandungan logam berat jauh melampaui ambang batas. Keempat titik tersebut yaitu, bagian hilir Sei Krio, Kampung Lalang, Kelambir Lima, dan Hamparan Perak. Pencemaran yang terparah terjadi di bagian hilir sungai yaitu, Hamparan Perak dengan kandungan merkuri (Hg) mencapai 0,7012 mg/l. Padahal menurut standar baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kandungan Hg yang aman adalah 0,002 mg/l. Kandungan seng (Zn) mencapai 0,1882 mg/l, padahal standar baku mutu hanyalah 0,05 mg/l dan timbal (Pb) mencapai 0,2884 mg/l, padahal standar baku mutunya 0,03 mg/l. Selain kandungan logam berat, kandungan bahan organik di Belawan jauh melebihi ambang batas. Data dari Bapedalda Sumut menyebutkan, kandungan BOD di sungai ini yang berada di wilayah Hamparan Perak mencapai 17,8 mg/l atau hampir enam kali lipat lebih tinggi dari baku mutu, yang hanya 3 mg/l. Kandungan COD mencapai 37 mg/l, padahal baku mutu 25 mg/l. Sedangkan kandungan NH3 mencapai 4,2 mg/l, jauh lebih tinggi dari baku mutu yang hanya 0,5 mg/l. TINGGINYA kandungan logam berat dan bahan organik di kedua sungai tersebut diduga disebabkan pembuangan limbah ke sungai yang dilakukan oleh puluhan industri yang berada di sekitar sungai. Menurut Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Bapedalda Sumut, Perdana Ginting, sedikitnya terdapat 24 industri yang berada di sekitar daerah aliran Sungai Belawan yang diduga membuang limbah ke sungai. Jenis industri di sekitar daerah sungai tersebut yaitu industri baterai kering, pelapisan logam, pembuatan pipa PVC, pabrik minyak inti sawit, pupuk dolimit, alat-alat berat, kawat kasar, pengawetan kayu, pembuatan kapur, etanol, pabrik arang, dan peternakan. "Sebagian besar perusahaan industri tersebut belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Mereka juga belum memiliki dokumen unit kelola lingkungan (UKL) dan unit pengelolaan lingkungan (UPL)," kata Perdana.Berdasarkan kandungan logam berat pada sejumlah titik sampling, dan berdasar debit air sungai sebesar 12m/detik, jumlah logam berat yang dibuang ke Sungai Belawan diperkirakan mencapai satu ton per hari, untuk setiap jenis limbah logam berat. Perdana mengimbau agar masyarakat Deli Serdang dan Medan tidak mengonsumsi air Sungai Belawan dan Deli karena kandungan logam berat di kedua sungai tersebut jauh melebihi ambang batas.Sementara Direktur Utama PT Kawasan Industri Medan (KIM) Papo Hermawan mengatakan, sebagai perusahaan pemerintah PT KIM sudah memiliki IPAL sendiri. "Kami membangun IPAL dulu sebelum menjual kavling-kavling untuk industri di KIM Mabar. Sampai sekarang, kami sudah memiliki tiga IPAL untuk mengelola limbah yang dihasilkan sekitar 180 industri yang berada di kompleks KIM," kata Papo. Kompleks industri yang terbagi dua ini, KIM I dan KIM II, berada di Kecamatan Medan Deli. Fasilitas IPAL di lokasi KIM I mampu mengelola 3.500 meter kubik limbah yang dihasilkan sedikitnya 80 industri setiap hari. Selanjutnya IPAL yang berada di KIM II mampu mengolah limbah sedikitnya 16.000 meter kubik yang dihasilkan sekitar 100 industri setiap hari. "Kami sengaja membangunnya dengan kapasitas besar, karena kompleks KIM III yang sedang dibangun juga akan memakainya nanti," ujar dia. Papo mengatakan, setelah air limbah diolah dan layak dikonsumsi baru dialirkan ke Sungai Tangkahan. "Jadi kami tidak mengalirkan limbah hasil pengolahan IPAL ke Sungai Deli," kata dia.Dia pun menuding limbah yang mengalir di Sungai Deli berasal dari industri lain yang berada di luar kawasannya. Entah siapa yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran di Sungai Deli dan Belawan. Tetapi, yang jelas pencemaran itu kian parah saja dari tahun ke tahun, dan kehidupan pun kian menjauh dari Sungai Deli dan Belawan. Post Date : 02 November 2004 |