Limbah Daun Jadi Kompos,Sampah Plastik Didaur Ulang

Sumber:Koran Sindo - 06 Desember 2009
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Berbicara lingkungan,sama halnya membahas apa yang akan diwariskan kepada anak cucu kita kelak. Sebuah bangsa yang bersih dan sehat,atau sebuah negara yang kumuh dipenuhi sampah plastik.

PILIHAN itu sudah diambil SMKN 5 Surabaya. Mereka berhasil mencetak ratusan kader cinta lingkungan. Sangat jarang kita temukan institusi pendidikan yang menerapkan manajemen pengelolaan lingkungan. Limbah-limbah yang ada di sekolah dikelola sedemikian rupa untuk dijadikan produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis.

Saat masuk di lingkungan SMKN 5 Surabaya Jalan Prof dr Moestopo 167-169, rasanya seperti masuk ke dalam sebuah kolam.Rindangnya pepohonan di beberapa sudut sekolah membuat udara segar dan sejuk. Padahal sekolah yang dulunya bernama STM Pembangunan Negeri ini berada di tengah- tengah Kota Surabaya yang terkenal panas menyengat. Ide cerdas pengolahan limbah daun dan plastik ini, berawal dari daun-daun yang berserak di halaman sekolah. Para guru dan siswa yang semula membiarkannya, mulai berpikir untuk memanfaatkan sampah itu.

Adalah Dinas Surya Trikorawati,salah satu guru yang ikut mencetuskan ide pengelolaan lingkungan sekolah dengan mengolah sampah daun jadi kompos ini. Wanita yang akrab dipanggil Dinas ini bersama kepala sekolah dan jajaran guru akhirnya merancang konsep pengelolaan lingkungan sekolah.Tidak hanya para guru, para siswa juga dilibatkan.“Semua siswa di sekolah ini yang jumlahnya mencapai 2.400 adalah kader lingkungan. Sedangkan kader yang inti ada sekitar 200 anak,” ujar wanita berusia 46 tahun ini.

Wanita berjilbab ini menuturkan pengolahan limbah daun menjadi kompos ini sudah dilakukan sejak tahun 2006.“Jika musim hujan, per hari kami dapat mengumpulkan 25 kg sampah daun. Kalau musim panas lebih banyak lagi, sekitar 35 kg,”ungkapnya. Selain para siswa, petugas kebersihan juga ikut mengumpulkan sampah dedaunan itu. Setelah terkumpul, dedaunan itu dimasukkan dalam kotak penyimpanan berukuran 150 x 40 sentimeter. “Kami memiliki 15 kotak untuk menyimpan sampah dedaunan. Setelah dimasukkan dalam kotak, sampah dimampatkan sampai padat,”katanya.

Sebelum dimampatkan,sampah tersebut diaduk-aduk dan disemprot dengan air sebanyak 1 liter yang dicampur dengan dua sendok cairan EM4.EM adalah singkatan dari effective microorganismyang merupakan cairan hasil pencampuran beberapa jasad renik yang akan mempercepat proses fermentasi.“Cairan ini membantu proses pelembaban atau fermentasi. Setelah dicampur dengan cairan tersebut,kotak sampah ditutup rapat dan dibiarkan selama seminggu,” ucapnya. Setelah seminggu, kotak sampah dibuka dan diberi kotoran sapi.

“Tiap kotak sampah diberi kotoran sapi sebagai campuran sebanyak 3 kilogram,”ujar Anas,siswa kelas XI yang jadi kader inti ini. Lalu sampah diaduk lagi dan kembali disemprot air bercampur cairan kimia EM4.Setelah itu,kotak sampah ditutup kembali dan dibiarkan selama dua minggu.Kemudian kotak dibuka lagi dan kembali disemprot dengan cairan EM4 dan dibiarkan sampai 50 hari. “Setelah itu sampah bisa dipanen jadi pupuk kompos. Jadi prosesnya sekitar 2-3 bulan baru bisa dipanen,”tutur Anas. Para siswa berharap proses pengolahan sampah daun menjadi kompos ini bisa lebih cepat dengan bantuan mesin pencacah daun.

“Mesinnya sekarang masih dirancang. Kalau menggunakan mesin pencacah, proses pembuatan kompos saya perkirakan hanya memakan waktu sekitar seminggu sampai 10 hari,”jelasnya. Setelah jadi,pupuk kompos tersebut dikemas untuk dipasarkan baik di kalangan internal sekolah maupun dijual secara bebas di pasaran.“ Per kilogramnya kami hargai Rp1.000. Satu kantong berisi 5 kg,jadi kami jual Rp5.000 per kantong. Selain dibeli para guru, kompos ini juga dititipkan ke pedagang tanaman yang kebetulan orangtua siswa di sini,untuk dijual ke masyarakat,” kata Cheppy,siswa kelas XI yang juga kader inti. Dalam menciptakan model kemasannya pun,sangat menghindari dari bahan yang sulit diurai seperti plastik.

Akhirnya, kantong yang dijadikan kemasan kompos tersebut dibuat dari kertas.Beberapa siswa yang jadi kader inti tampak sibuk menata kemasan kompos yang disimpan di rumah Kompos yang ada di salah satu sudut sekolah.“ Rumah kompos ini jadi pusat aktivitas pembuatan sampai pengemasan kompos,”tandas Cheppy. Kepala SMKN 5 Surabaya Sugiono mengatakan selain memanfaatkan sampah dedaunan untuk kompos, sekolahnya juga memanfaatkan obyek lainnya.“Misalnya kayu atau ranting daun dan serbuk sisa gergajian kayu diolah untuk dijadikan briket yang bisa jadi bahan bakar,” ungkapnya.

Serbuk kayu tersebut juga ada yang dijadikan media pertumbuhan jamur. Saat ini,SMKN 5 Surabaya juga mengadakan program daur ulang limbah plastik yang bekerja sama denganperusahaanswasta.“Para siswa kami wajibkan membawa kemasan plastik produk PT Unilever Indonesia Tbk.Lalu didaur ulang untuk dijadikan barang-barang yang bernilai ekonomis seperti tas, celemek, dan sebagainya,”ungkapnya. Sekolah ini juga menerapkan aturan, setiap sepeda motor yang masuk di kawasan sekolah wajib dimatikan dan siswa menuntunnya.

“Dengan begini akan mengurangi gas emisi sehingga lingkungan sekolah semakin sehat,”ucapnya. Berkat komitmen dari semua warga sekolah, SMKN 5 Surabaya terpilih jadi perwakilan kompetisi pengelolaan lingkungan sekolah baik yang diselenggarakan perusahaan swasta maupun pemerintah. Tahun 2007, sekolah ini menjadi juara II Toyota Eco Youth (TEY) dan tahun 2008 menjadi juara pertama Adiwiyata Mandiri tingkat Kota Surabaya dan mewakili Surabaya di tingkat provinsi tahun ini.

Jika lolos, SMKN 5 akan berkompetisi di tingkat nasional.Adiwiyata Mandiri adalah penghargaan bergengsi dari pemerintah bagi institusi pendidikan yang inovatif dalam mengelola lingkungan sekolah. (ishomuddin)



Post Date : 06 Desember 2009